Meski demikian, Bahlil belum dapat memastikan secara pasti berapa persen penambahan saham Freeport yang dimaksud. Adapun, jumlah pastinya akan diumumkan setelah proses perpanjangan ditandatangani.
Hanya saja, ia menilai untuk porsi kepemilikan lebih dari 10 persen, biayanya sangat murah karena valuasi asetnya sudah sangat tipis. Mengingat, Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) PTFI hanya berlaku hingga tahun 2041, dan perhitungannya saat ini masih dalam proses.
Baca Juga:
Korban Penipuan Saham Internasional Apresiasi Polda Metro, Kerugian Capai Rp 18 Miliar
"Karena valuasi asetnya kan kita anggap itu sudah nilai bukunya sangat tipis sekali. Tetapi itu kan terjadi untuk sampai dengan 2041. Dan sekarang perhitungannya lagi di jalan," kata Bahlil usai rapat terbatas di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/9/2025).
Di samping itu, ia mengungkapkan bahwa Prabowo telah memintanya untuk mempercepat komunikasi dengan pihak Freeport sehingga proses penambahan saham segera rampung.
"Nah saya diminta untuk bisa melakukan komunikasi percepatan dan kalau itu sudah fix, Insya Allah Freeport akan kita mempertimbangkan untuk melakukan kelanjutan daripada kontrak," ujar Bahlil.
Baca Juga:
Elon Musk Jual X ke Perusahaan AI Milik Sendiri Rp546 Triliun, Apa Maksudnya?
Seperti diketahui, pada 2018 lalu Indonesia resmi menjadi pemegang saham mayoritas PT Freeport Indonesia sebesar 51,23% melalui Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pertambangan MIND ID atau sebelumnya atas nama PT Inalum (Persero).
Adapun nilai akuisisi untuk menjadi pemegang saham mayoritas Freeport ini mencapai US$ 3,85 miliar atau setara Rp 55,8 triliun saat itu. Akuisisi ini menandai peningkatan kepemilikan Indonesia di PTFI dari semula hanya 9,36% menjadi 51,23%. Sementara 48,77% saham lainnya dimiliki oleh perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS), Freeport-McMoRan (FCX).
[Redaktur: Alpredo Gultom]