WahanaNews.co, Surabaya -Kementerian Perdagangan RI bersama International Coconut Community (ICC) melanjutkan agenda konferensi dan pameran internasional COCOTECH ke-51 yang berlangsung di hari kedua, Selasa, (23/7) di Surabaya, Jawa Timur.
Di hari kedua tersebut, para pemangku kepentingan yang
tergabung dalam komunitas pegiat kelapa internasional saling berbagi pandangan. Hal-hal yang menjadi garis besar pembahasan adalah ragam pemanfaatan kelapa untuk praktik ekonomi berkelanjutan dan inklusif.
Baca Juga:
Pemerintah Imbau Pengusaha Indonesia Berhati-hati dalam Transaksi Perbankan dengan Bangladesh
Direktur Perundingan Antar Kawasan dan Organisasi Internasional Kemendag Reza Pahlevi Chairul, yang
juga selaku alternate National Liaison Officer (NLO) Indonesia untuk ICC, menyampaikan hal ini usai pelaksanaan hari kedua COCOTECH ke-51 tersebut.
Sesi konferensi hari kedua menghadirkan pembicara dari Filipina, Jepang, Malaysia, Belanda, Amerika Serikat, India, dan Indonesia. COCOTECH ke-51 berlangsung selama tiga hari yaitu Senin-Rabu (22-24/7).
“Hari kedua COCOTECH ke-51 berlangsung sangat produktif. Para pembicara yang mengisi sesi konferensi hari kedua menyoroti pentingnya inovasi dan strategi pemanfaatan kelapa untuk menjawab
tantangan masa depan. Hal yang penting disorot terkait ini adalah peranan pemanfaatan kelapa untuk
ekonomi berkelanjutan dan inklusivitas,” ungkap Reza.
Baca Juga:
Implementasikan PP Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut, Kemendag Revisi Permendag Ekspor
Dalam diskusi sesi ketiga sebagai sesi pembuka konferensi hari kedua, Otoritas Kelapa Filipina Dr. Liberty H. Canja menjelaskan bahwa kelapa merupakan potensi sumber bioenergi yang sangat potensial untuk beragam kebutuhan.
Ia menyebutkan, kelapa memiliki daya serap karbon hingga 138 ton per
hektare sehingga berpotensi sebagai tanaman penyimpan karbon.
“Sabut, cangkang, dan daun kelapa dapat dimanfaatkan sebagai alternatif bahan bakar untuk produksi listrik skala kecil, pemanas industri, dan rumah tangga,” kata Canja.
Selanjutnya, pada sesi ketiga tersebut, Direktur Green Power Development Corporation of Japan (GPDCJ) Masato Fuji menyampaikan materi komersialisasi Sustainable Aviation Fuel (SAF) dari kelapa nonstandar.
Menurutnya, permintaan terhadap SAF diproyeksikan akan meningkat dalam beberapa tahun ke depan karena kontribusinya dalam pengurangan emisi gas rumah kaca.
“Jika dibandingkan dengan bahan bakar penerbangan konvensional, SAF dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sekitar 60 hingga 80 persen,” ungkap Fuji.
Masih di sesi yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian Dida Gardera menyampaikan tanggapan terkait pemanfaatan kelapa untuk keperluan SAF.
Ia menjelaskan, Indonesia memiliki Program Kemitraan Sistem Closed Loop Komoditas Kelapa untuk mengembangkan sektor hulu-hilir dari kelapa nonstandar untuk keperluan SAF.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI menjadi instansi yang menginisiasi program tersebut di Indonesia. Terobosan pemanfaatan kelapa lainnya juga dilihat dari pengembangan produk briket arang.
Briket arang kelapa kini menjadi salah satu sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan dan bernilai
sosial-ekonomi tinggi. Briket arang kelapa menjadi solusi agar briket arang tidak lagi diperoleh melalui
penebangan pohon.
“Briket arang kelapa menempati posisi strategis sebagai sumber bioenergi dan dapat dijadikan sebagai alat diplomasi ekonomi kelapa di tingkat internasional. Briket arang kelapa juga memenuhi kriteria untuk permintaan global yaitu profit, people and planet (3Ps),” tutur CEO Tom Cococha Indonesia Asep Jembar Mulyana.
[Redaktur: Tumpal Alpredo Gultom]