WahanaNews.co | Hilirisasi industri mempunyai multiplier effect atau dampak berganda kepada ekonomi Nasional. Hilirisasi juga bisa menjadi kunci kemajuan ekonomi nasional, sehingga menjadi salah satu kebijakan strategis yang tetap dijalankan.
“Sesuai dengan arahan Bapak Presiden Joko Widodo, kita perlu memperkuat hilirisasi sektor industri manufaktur. Kami optimistis, hal ini dapat kita lakukan, karena selama ini telah terbukti sebagai prime mover bagi perekonomian nasional,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dilansir dari Antara, Jumat (23/12/2022).
Baca Juga:
Kadin PUPR-Kaltara Dukung PSN seperti KIPI dan PLTA Mentarang di Provinsi
Menperin juga menyebutkan, multiplier effect atau dampak berganda dari aktivitas hilirisasi industri yang telah terbukti nyata, antara lain adalah meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri, menarik investasi masuk di Tanah Air, menghasilkan devisa besar dari ekspor, dan menambah jumlah serapan tenaga kerja.
“Untuk mencapai sasaran tersebut, pemerintah bertekad menciptakan iklim usaha yang kondusif agar bisnis bisa berjalan baik,” tuturnya.
Selain itu, menurut Menpering, perlu sinergi dan koordinasi antara pemerintah dengan dunia usaha. “Kami akan selalu mendengar aspirasi dari para pelaku usaha,” imbuhnya.
Baca Juga:
Ekspedisi Rupiah Berdaulat 2024: Eksplorasi Lima Pulau di Kalimantan Utara
Agus menyatakan, pihaknya sedang fokus menjalankan kebijakan hilirisasi industri di tiga sektor, yakni industri berbasis agro, berbasis bahan tambang dan mineral, serta berbasis migas dan batu bara.
“Seperti yang ditegaskan oleh Bapak Presiden, kita secara bertahap akan menyetop ekspor bahan baku mentah, seperti minerba. Kita sudah setop ekspor nikel, dan selanjutnya setop ekspor bauksit,” ungkapnya.
Terkait pengembangan industri berbasis tambang dan mineral, Kemenperin tengah berupaya memacu nilai tambah pada lima komoditas ini, yaitu bijih tembaga, bijih besi dan pasir besi, bijih nikel, bauksit, serta logam tanah jarang.
“Perkembangan dari hilirisasi di sektor ini telah menghasilkan sebanyak 27 smelter yang telah beroperasi meliputi pyrometallurgy dan hydrometallurgy nikel, kemudian 32 yang dalam tahap konstruksi, dan enam masih tahap feasibility study,” ungkap Agus.
Ke depan, Menperin berharap, smelter nikel tidak hanya melakukan ekspor dalam bentuk NPI maupun bahan baku baterai, tetapi dalam bentuk produk lebih hilir seperti produk hilir berbahan baku stainless steel dan baterai listrik.
“Kemampuan hilirisasi sektor ini juga akan menghasilkan produk-produk di hilir atau produk jadi seperti peralatan kesehatan, dapur, kedirgantaraan dan kendaraan listrik. Peningkatan nilai tambah dari bijih nikel bisa mencapai 340-400 kali lipat,” paparnya. [sdy]