WAHANANEWS.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Mari Elka Pangestu, menilai bahwa kebijakan politik luar negeri (polugri) bebas aktif memberikan keuntungan bagi perekonomian Indonesia.
Berbicara dalam Mandiri Investment Forum 2025 (MIF) di Jakarta, Selasa (11/2/2025), mantan Menteri Perdagangan itu menjelaskan bahwa perdagangan global saat ini mengalami fragmentasi, di mana banyak negara lebih memilih berdagang dengan sekutu politiknya.
Baca Juga:
China Serukan Reformasi Kuota IMF
Karena itu, menurut Mari Elka, diversifikasi mitra dagang menjadi strategi yang tak terelakkan.
"Saya rasa kita berada di jalur yang tepat dengan kebijakan luar negeri Indonesia. Kita ingin berteman dengan semua pihak," ujarnya.
Strategi Perdagangan RI
Baca Juga:
Uni Emirat Arab Keluar dari 'Daftar Abu-abu' FATF Setelah Reformasi Sukses
Temuan Dana Moneter Internasional (IMF) mendukung pandangan ini. IMF mencatat bahwa meskipun negara yang fokus berdagang dengan sekutunya mengalami peningkatan perdagangan di kelompok tersebut, negara yang menjalin hubungan dagang dengan berbagai pihak justru memperoleh manfaat ekonomi lebih besar.
Mari Elka pun mendorong Indonesia untuk terus memperluas kerja sama perdagangan, termasuk mempercepat perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA). Ia meyakini bahwa pasar Eropa akan menjadi kunci penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa mendatang.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya memperkuat integrasi ekonomi di kawasan Asia Tenggara melalui mekanisme ekonomi ASEAN.
"Kita tidak boleh membiarkan kebijakan Amerika Serikat mengalihkan fokus kita dari hal yang lebih penting, yaitu pertumbuhan ekonomi bersama negara-negara lain di kawasan," tegasnya.
Penyelesaian Perundingan IEU-CEPA
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menargetkan agar negosiasi IEU-CEPA dapat diselesaikan pada semester pertama 2025.
Perundingan yang telah berlangsung selama sembilan tahun ini mendapat perhatian serius dari Presiden Prabowo Subianto, yang menekankan pentingnya penyelesaiannya dalam waktu dekat.
Tiga isu utama yang masih menjadi perdebatan dalam perundingan ini adalah:
• Permintaan Uni Eropa agar Indonesia melonggarkan kebijakan impor terhadap produk-produk asal Eropa.
• Pengenaan bea keluar pada ekspor Indonesia, yang dianggap sebagai bentuk pembatasan oleh Uni Eropa.
• Peraturan perpajakan digital, yang perlu disesuaikan untuk mengakomodasi kepentingan kedua pihak.
• Dengan semakin kompleksnya dinamika perdagangan global, Indonesia diharapkan mampu mengadopsi strategi yang fleksibel dan inklusif guna menjaga pertumbuhan ekonominya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]