WahanaNews.co, Jakarta - Industri Hasil Tembakau (IHT) dinilai tidak hanya menyumbang penerimaan pajak nasional, tetapi juga berperan sebagai penggerak ekonomi dan penyerap tenaga kerja di daerah, terutama di sektor padat karya sigaret kretek tangan (SKT).
IHT juga menjadi salah satu kunci penggerak ekonomi di Jawa Timur (Jatim). Setiap tahun, provinsi itu juga menjadi penerima dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) terbesar.
Baca Juga:
Sumbang Rp216,9 Triliun, Industri Tembakau Jadi Salah Satu Penyokong Ekonomi Indonesia
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jatim Iwan dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (22/7/2024), menyampaikan IHT merupakan sektor yang memberikan pengaruh signifikan bagi perekonomian Jatim, di mana sub-sektor industri pengolahan ini memberikan kontribusi terbesar kedua pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Industri Pengolahan Jatim.
Industri SKT berperan besar dalam penyerapan tenaga kerja karena merupakan industri padat karya dan memiliki keterkaitan sektor hulu hingga ke hilir yang sangat erat dalam penyerapan produksi tembakau lokal dengan melibatkan lebih dari 300.000 petani tembakau dan cengkih.
"Dominasi industri hasil tembakau di Jawa Timur secara otomatis menjadikan Provinsi Jawa Timur sebagai penyumbang cukai terbesar di Indonesia, berbanding lurus dengan penyerapan tenaga kerja pada sektor tersebut," kata Iwan.
Baca Juga:
Ekonomi RI 2025 Diprediksi Bakal Banyak Tantangan, Tapi Penjualan Skincare Meningkat
Dengan kontribusi yang besar ini, Iwan mengatakan penentuan kebijakan terkait IHT tidaklah sederhana, apalagi mempertimbangkan dampaknya bagi kemampuan industri dalam menyerap tenaga kerja cukup besar, khususnya di Jatim.
Di samping itu, geliat IHT nasional juga berdampak dalam peningkatan permintaan komoditas tembakau sebagai bahan baku sehingga dapat memberikan keuntungan besar bagi petani tembakau.
Menurutnya, IHT memberikan multiplier effect, khususnya dalam sektor sosial atau penyedia lapangan kerja dikarenakan sektor tersebut dikategorikan sebagai labor intensive baik dalam guna mendukung aktivitas on-farm hingga off-farm.
"Namun di sisi lain, konsumsi rokok memiliki risiko bagi kesehatan. Oleh karena itu, dibutuhkan keselarasan dalam upaya edukasi bagi konsumen rokok serta upaya perlindungan bagi pelaku tata niaga pertembakauan di Jawa Timur mulai dari hulu sampai hilir," tuturnya.
Berdasarkan data triwulan I-2024, perekonomian Jatim mengalami pertumbuhan sebesar 4,81 persen (year-on-year) dengan nilai PDRB Rp764,33 triliun, di mana sektor industri pengolahan menjadi penopang utama struktur ekonomi Jatim dengan kontribusi sebesar 31,54 persen terhadap PDRB Jatim.
Iwan menjelaskan sub-sektor IHT berkontribusi sebesar 22,78 persen, menjadikannya sub-sektor dengan kontribusi nilai ekonomi terbesar setelah industri makanan dan minuman.
Jatim sendiri merupakan provinsi penghasil tembakau terbesar di Indonesia dengan sumbangsih sebesar 43,9 persen dari total produksi nasional.
Pada 2023, tercatat terdapat 1.041 unit IHT di Jatim, di mana 91,64 persen dari unit usaha tersebut memproduksi SKT dalam skala besar dan menengah dengan nilai produksi kurang lebih 195 miliar batang pada 2023.
Dalam keterangan terpisah, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) Najib Bukhori mengatakan secara prinsipnya terkait IHT bahwa di dalamnya terdapat penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi nasional yang idealnya didukung dan berjalan bersamaan.
Menurut dia, dua hal itu tidak bisa diabaikan sehingga perlindungan terhadap segmen SKT tetap harus dilakukan, terlebih untuk melindungi kepentingan berbagai pihak seperti petani tembakau yang kontribusinya sangat besar dalam mempertahankan komoditas tembakau Nusantara.
"Kontribusi rokok SKT terhadap pendapatan negara sangat besar melalui cukai yang tinggi. Jika kita lihat dari sisi sosial dan kemanusiaan (penyerapan tenaga kerja), penting untuk mempertahankannya sejauh mungkin," ungkapnya.
Untuk menentukan kebijakan IHT, ia mengatakan pemerintah perlu mempertimbangkan keberlangsungan IHT segmen SKT sebagai sektor padat karya. Kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada SKT akan berdampak pada buruh yang berisiko pada rasionalisasi karyawan atau PHK, di mana hal ini tidak boleh dibiarkan begitu saja oleh negara.
Oleh karena itu, Najib juga berpesan agar pemerintah perlu memastikan kelangsungan petani tembakau dan kehidupan di SKT itu sendiri.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]