WahanaNews.co | Presiden Joko Widodo (Jokowi) tengah mempertimbangkan segala opsi kebijakan untuk menahan kenaikan biaya di sektor energi seperti harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
Salah satunya, mengikuti jejak China dan India membeli minyak dari negeri Rusia.
Baca Juga:
Hujani Putin Sanksi, Barat Tetap Gagal Bikin Keok Rusia
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan pembelian minyak Rusia ibarat pisau bermata dua.
Di satu sisi kebutuhan BBM nasional bisa lebih terpenuhi, namun negara Indonesia berpotensi dimusuhi oleh Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
Mamit pun menilai baik rencana Jokowi mendatangkan impor minyak Rusia, lantaran itu bakal lebih memperkuat stok dan harga BBM yang mendapat banyak sokongan subsidi dari pemerintah.
Baca Juga:
Eropa Minta China dan India Ikut Batasi Harga Minyak Rusia
"Saya kira jika opsi berhasil dilaksanakan akan sangat baik kita. Dengan harga yang jauh lebih murah maka akan ada pengurangan biaya produksi untuk BBM kita," kata Mamit kepada wartawan, Jumat (16/9/2022)
Hanya saja, dia menambahkan, tinggal seberapa besar negara mampu membeli minyak Rusia dari total nilai impor yang ada.
Jika mampu besar, maka itu akan signfikan mengurangi beban.
"Dengan demikian ada potensi untuk bisa menurunkan harga BBM. Jika sedikit ya tidak akan signifikan karena impor yang lain nilainya sesuai dengan harga pasar," bebernya.
Terlebih, saat ini Indonesia jadi net importir minyak mentah dengan kebutuhan mencapai 1,6 juta barel per hari (BOPD). Sedangkan produksi dalam negeri hanya 620.000 BOPD.
"Jadi masih besar sekali nilai impor kita," imbuhnya.
Namun, bila Jokowi jadi membeli minyak Rusia, maka Indonesia terancam kena sanksi dari negara lain, terutama AS dan sekutunya lantaran dianggap membiayai perang melawan Ukraina.
Padahal di sisi lain, neraca perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat, Uni Eropa dan sekutunya juga sangat bagus.
"Bayangkan kalau sampai kita diembargo oleh mereka, maka akan berdampak besar terhadap perekonomian kita. Bayangkan kita semuanya pakai dollar dan tiba-tiba dolar kita di-freeze, bisa berabe kitanya," jelasnya.
Mamit berharap langkah diplomasi yang dilakukan oleh Kementeria Luar Negeri dan instansi terkait lain bisa berhasil.
Sehingga semua akan baik-baik saja, dan Indonesia bisa bebas dari sanksi negara-negara tersebut.
"Jadi potensi penurunan harga bisa terjadi jika benar harganya lebih murah dari harga pasar dan kita bisa mengimpor dalam jumlah yang besar. Jika perlu semua kebutuhan kita impor dari Rusia, asalkan kilang kita bisa mengolah minyak dari sana," ucapnya.
"Tetapi rencana ini bener-bener (harus) dipertimbangkan, terutama dari sisi politik dan potensi embargo dari negara lain," tandasnya.
Sebagaimana diketahui, Presiden Jokowi mengatakan jika Indonesia melihat semua opsi terkait kemungkinan untuk bergabung dengan ekonomi Asia lainnya termasuk India dan China untuk membeli minyak Rusia demi mengimbangi melonjaknya biaya energi.
Indonesia belum mengimpor minyak dalam jumlah besar dari Rusia selama bertahun-tahun, tetapi pemerintah Jokowi berada di bawah tekanan yang meningkat untuk mengekang kenaikan biaya setelah dipaksa untuk menaikkan beberapa harga bahan bakar hingga 30% bulan ini.
Setiap langkah untuk membeli minyak Rusia dengan harga di atas batas yang ditetapkan oleh negara-negara G7 dapat membuat Indonesia rentan terhadap sanksi AS karena bersiap untuk menjadi tuan rumah KTT G20 di Bali pada bulan November.
Jokowi telah mengundang para pemimpin dunia termasuk Vladimir Putin dari Rusia dan Volodymyr Zelenskyy dari Ukraina ke pertemuan tersebut.
“Kami selalu memantau semua opsi. Jika ada negara [dan] mereka memberikan harga yang lebih baik, tentu saja,” kata Presiden. [qnt]