LWahanaNews.co, Jakarta - Harga Referensi produk minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) untuk penetapan bea keluar (BK) dan tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (tarif BLU BPDP-KS) atau biasa dikenal sebagai Pungutan Ekspor (PE) periode 1–15
September 2023 adalah USD 805,20/MT.
Nilai ini turun sebesar USD 5,15 atau 1,85 persen dari Harga Referensi CPO periode 16-31 Agustus 2023.
Baca Juga:
DJP Kalbar Fokus Maksimalkan Penerimaan Pajak Sektor Perkebunan untuk Meningkatkan Pendapatan Negara
Penetapan Harga Referensi CPO tersebut tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1646 Tahun 2023 tentang Harga Referensi Crude Palm Oil yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Selain itu, minyak goreng (Refined, Bleached, and Deodorized/RBD palm olein) dalam kemasan bermerek dan dikemas dengan berat netto ≤ 25 kg dikenakan BK USD 0/MT. Penetapan merek produk tersebut sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 1647 Tahun 2023 tentang Daftar Merek Refined, Bleached, and Deodorized (RBD) Palm Olein dalam Kemasan Bermerek dan Dikemas dengan Berat Netto ≤ 25 Kg.
“Saat ini, Harga Referensi CPO turun mendekati ambang batas sebesar USD 680/MT. Untuk itu, merujuk pada PMK yang berlaku saat ini, pemerintah mengenakan Bea Keluar CPO sebesar USD 33/MT dan Pungutan Ekspor CPO sebesar USD 85/MT untuk periode 1-15 September 2023,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Budi Santoso.
Baca Juga:
Kemendag Rilis Harga Referensi CPO dan Biji Kakao Per November 2024
BK CPO periode 1–15 September 2023 merujuk pada Kolom Angka 4 Lampiran Huruf C Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK/0.10/2022 jo. Nomor 71 Tahun 2023 sebesar USD 33/MT.
Sementara untuk Pungutan Ekspor CPO periode 1–15 September2023 merujuk pada Lampiran Huruf C Peraturan Menteri Keuangan Nomor Nomor 103/PMK.05/2022 jo. 154/PMK.05/2022 sebesar USD 85/MT.
“Penurunan Harga Referensi CPO dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya yaitu penurunan harga
minyak nabati lainnya seperti minyak kedelai dan bunga matahari, pelemahan mata uang Ringgit
Malaysia terhadap Dolar Amerika Serikat, penurunan permintaan minyak sawit, serta pembebasan
tarif bea masuk minyak kedelai dan bunga matahari oleh India,” terang Budi.