WahanaNews.co, Jakarta - Kementerian Keuangan menyebut Presiden Jokowi telah menjatuhkan sanksi Rp56 miliar kepada sejumlah eksportir bandel yang tak memarkir devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) di Indonesia pada 2019-2023.
Dirjen Bea Cukai Kemenkeu Askolani mengatakan sanksi ini mengacu pada aturan DHE lama, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam.
Baca Juga:
Proyek Saluran Pulomas Utara Disorot, Abdul Rauf Gaffar Terancam Dilaporkan ke APH
"Kami sampaikan bahwa sejak 2019-2023 ini pemerintah telah mengenakan sanksi sebanyak Rp56 miliar terhadap perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban DHE, dengan menggunakan sistem PP lama," tutur Askolani dalam konferensi pers APBN KiTA, Jumat (11/08/23).
Kendati, Askolani tidak merinci berapa eksportir atau perusahaan yang dikenakan sanksi tersebut.
Ia hanya menegaskan pihaknya akan terus mengawal implementasi PP Nomor 36 Tahun 2023 yang mencabut kedudukan PP Nomor 1 Tahun 2019.
Baca Juga:
Bahlil Akui Keuntungan Indonesia dari Kebijakan Hilirisasi Tambang Nikel Kecil
Dalam beleid tersebut, para eksportir diharuskan menyimpan DHE sebesar 30 persen selama tiga bulan, di mana aturan ini mulai berlaku sejak 1 Agustus 2023.
"Untuk PP yang baru, saat ini belum ada perusahaan yang kami lakukan asesmen, sebab PP baru mulai berlaku Agustus (2023). Maka kewajiban DHE adalah 3 bulan, sehingga kepatuhan perusahaan itu akan kita lihat 3 bulan setelah Agustus," tutur Asko.
"Kami tegaskan saat ini belum ada perusahaan yang kami lakukan pengawasan sesuai PP Nomor 36 Tahun 2023," tutupnya.
Dalam beleid baru Jokowi, pengusaha diwajibkan menyimpan DHE SDA bila mereka punya nilai ekspor pada Pemberitahuan Pabean Ekspor (PPE) minimal US$250 ribu. Jika di bawah nilai tersebut, eksportir tak diwajibkan memarkir DHE di perbankan.
Meski begitu, pengusaha dengan nilai ekspor di bawah US$250 bisa tetap sukarela menempatkan DHE tersebut di perbankan atau lembaga keuangan pemerintah lain.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]