WahanaNews.co | Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, mengaku kaget ketika muncul pemberitaan yang mencatut namanya terkait isu Bisfenol A (BPA). Dia menegaskan tak pernah melakukan wawancara dengan media terkait isu BPA yang membanding-bandingkan antara kemasan galon dan makanan kaleng.
Seperti diketahui, di beberapa media online edisi Selasa, 20 Desember 2022, terdapat berita yang mengklaim berasal dari rilis yang dibuat Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, terkait kandungan BPA pada air minum dalam kemasan (AMDK) galon yang dibandingkan dengan kandungan BPA pada makanan kaleng.
Baca Juga:
Kritik Pedas YLKI: Kebijakan Harga Tiket Taman Nasional 100-400% Justru Bunuh Minat Wisatawan
“Saya tegaskan bahwa rilis tersebut adalah palsu, karena pada hari itu saya sama sekali tidak membuat rilis dengan tema dimaksud. Dan tidak ada rilis apapun yang saya buat pada hari itu,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, dikutip Jumat (23/12).
Karenanya, Tulus meminta agar pemberitaan tersebut segera dicabut. “Saya mohon pada rekan-rekan media yang memuat berita dengan tema dimaksud, agar segera men-take down karena berasal dari rilis palsu, dan substansi ngawur, banyak yang di framing,” katanya.
Sebelumnya diberitakan, Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, mengeluarkan rilis yang mengatakan sangat tidak masuk akal klaim di sosial media yang membandingkan konsumsi rutin minum air 8 gelas sehari dari galon bekas pakai dengan makan makanan kaleng yang justru lebih jarang dilakukan.
Baca Juga:
Kandungan Pestisida Anggur Shine Muscat Viral, YLKI Tegaskan Pentingnya Pengawasan Ekstra
Dalam rilis palsu tertanggal 20 Desember 2022 itu, Tulus juga mengatakan bahwa kedua kemasan tersebut mengandung senyawa berbahaya BPA, tetapi minum dari galon bekas pakai justru jauh lebih berbahaya karena frekuensinya rutin setiap hari dan terakumulasi dalam tubuh manusia selama bertahun-tahun.
“Urusan keamanan untuk melindungi masyarakat seharusnya membuat pemerintah tanpa kompromi,” katanya dalam rilis palsu tersebut.
“Jika dibandingkan, bahaya kontaminasi BPA pada galon guna ulang justru 8 kali lebih besar daripada makanan kaleng, membandingkan keduanya saja sudah sulit diterima akal sehat. Seperti sudah kami tegaskan sebelumnya, terkait keamanan pangan, negara sudah hadir dalam konstitusi yang mengatur berbagai produk regulasi, termasuk UU Perlindungan Konsumen, UU Pangan dan UU Kesehatan, PP Label dan Iklan Pangan,” tambahnya.
Beberapa pakar sempat menyayangkan pernyataan Tulus yang mengatakan bahaya BPA dalam air minum dalam kemasan tidak bisa dibandingkan dengan kemasan kaleng ini. Para pakar tetap berpendapat BPA dalam kemasan kaleng jauh lebih berbahaya ketimbang dalam kemasan air minum.
Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof. Dr. Anwar Daud, SKM., M.Kes, C.EIA mengatakan seharusnya YLKI sebagai lembaga yang bertugas melindungi konsumen tidak mengeluarkan pernyataan yang membingungkan seperti itu.
“Yang saya sampaikan bahwa BPA yang lebih berbahaya ada dalam makanan kaleng itu kan hasil penelitian di jurnal. Jadi, seharusnya YLKI tidak seperti itu, Tugasnya kan melindungi konsumen bukan melindungi produsen,” katanya. [eta]