Antisipasi yang Harus Dilakukan
Dalam pemenuhan kebutuhan listrik nasional, Indonesia bisa mengoptimalkan pembangkit listrik bertenaga batu bara ketimbang memaksakan penggunaan energi baru terbarukan (EBT) yang belum siap.
Baca Juga:
680 Liter Pertalite Diamankan, Sat Reskrim Polres Subulussalam Tangkap Seorang Pria Diduga Lakukan Penyalahgunaan BBM
"Kalau kita lihat di Amerika Serikat, EBT hanya 12% di tahun 2020. Kalau Inggris sudah lama pake fosil, mereka sudah 400 tahun pakai batu bara sejak era revolusi industri," kata Komaidi.
Hal ini menyadarkan bahwa tidak bisa serta merta mengandalkan dan bergantung sepenuhnya kepada EBT. Di saat sama, harga gas meroket 250% karena keterbatasan pasokan.
Komaidi yakin sejauh ini batu bara akan tetap menjadi energi yang dominan untuk pembangkit listrik Indonesia. Ia melihat pemerintah akan berpikir realistis untuk menggunakan energi yang termurah.
Baca Juga:
Pertamina Patra Niaga Tindak Tegas SPBU Nakal
Ia juga menuturkan, Indonesia perlu berhati-hati menyikapi masalah transisi energi ini. Menurutnya, EBT bisa dikembangkan, tapi jika belum bisa kompetitif, jangan dipaksakan.
Sekalipun menggunakan batu bara, PLTU baru saat ini sudah pakai teknologi maju, di antaranya PLTU USC (Ultra Super Critical) yang bisa dihitung biaya produksinya.
"EBT sebagai pelengkap, bukan pengganti. Kalau diibaratkan makanan di meja, EBT itu ibarat sambal, bukan nasinya. Hal ini sejalan dengan yang dituangkan Rencana Umum Energi Nasional di mana 2050 konsumsi fosil masih besar, dan EBT hanya 23% maksimal," ujarnya. [rin]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.