WahanaNews.co | Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo terus mendorong produksi hortikultura unggul dan berdaya saing, salah satunya lidah buaya.
Lidah buaya merupakan salah satu dari 15 jenis tanaman obat yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Salah satu sentra terbesar produksi nasional ada di Pontianak.
Baca Juga:
PK Surya Darmadi Ditolak MA, Tetap Dihukum 16 Tahun Penjara dan Bayar Rp2 Triliun
“Produksi lidah buaya pada 2020 berdasarkan data BPS sejumlah 16.928 ton dengan nilai provitas 184 ton per hektare. Harga lidah buaya di sentra produksi pada triwulan II tahun 2021 di tingkat petani Rp 5500 per kg dan di pasar Rp 6.250 diterima baik untuk pasar dosmestik di sejumlag kota besar maupun manca negara seperti wilayah Asia,” ujar Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto dalam webinar Raup Untung Budidaya Lidah Buaya, beberapa waktu lalu.
Webinar yang berlangsung secara daring ini menjelaskan bahwa pada 1980, awalnya lidah buaya masih dibudidayakan dalam skala kecil pada media pot atau pekarangan.
Melihat perkembangannya di sekitar tahun 90an, petani lidah buaya sudah mulai menanam di lahan khusus untuk lidah buaya.
Baca Juga:
Pemprov Sulteng Tangani 48 Kasus Konflik Agraria Antara Warga dan Perusahaan
Seiring dengan manfaat yang diperoleh, kios minuman segar dari lidah buaya sehingga semakin hari semakin berkembang.
Sehingga sekitar tahun 1992 para petani sudah mulai melakukan secara monokultur, artinya sudah budidaya di tempat yang ditentukan dan dengan beberapa teknologi yang jauh lebih baik.
Penentuan lokasi yang tepat bagi tanaman ini adalah memastikan lahannya bebas dari penyakit.