WahanaNews.co | Pemerintah mewajibkan Penyedia Sistem Elektronik (PSE) pada beberapa kategori untuk mendaftar ke Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo).
Kepala Indonesia Cyber Security Forum Ardi Sutedja menilai, pendaftaran dan aturan mengenai PSE memang diperlukan, meski pemerintah dinilai telat baru melakukannya saat ini. Pasalnya, terdapat juga PSE-PSE yang muncul dan ternyata merugikan masyarakat atau pengguna.
Baca Juga:
Kominfo Segera Luncurkan IKNPedia, Ini Isinya
Ardi menambahkan, tujuan adanya aturan mengenai PSE akan membantu dasar penegakan hukum bagi pemerintah ataupun aparat apabila di kemudian hari, ditemukan permasalahan hukum yang diadukan masyarakat.
"Malau ada masalah hukum pemerintah dan penegak hukum bisa bantu. Kalau nggak ada dasar hukumnya bagaimana? Banyak kasus-kasus diadukan masyarakat itu tidak bisa tertangani karena tidak jelas sapa yang mau ditangani. Kami lihat dari pengalaman yang saya hadapi dari tahun 2013, banyak sekali kasus-kasus yang sulit ditangani, makanya walaupun telat tapi bagus diatur di daftar," kata Ardi dalam Media Gathering bersama Kemkominfo akhir pekan ini.
Ia menyebut tak jarang oknum yang memiliki keahlian di bidang informatika, membuat sebuah aplikasi dan mudah diunduh masyarakat.
Baca Juga:
Mengenal SATRIA 1 dari Kominfo yang Segera Meluncur ke Seluruh Desa Indonesia
Maka, dengan adanya pendaftaran, ketika suatu layanan elektronik yang di dalamnya terdapat transaksi keuangan dan pengumpulan data, pengguna akan terlindungi.
"Ketika itu platform atau aplikasi merugikan orang banyak, apalagi sudah menarik iuran atau ada transaksi keuangan artinya harus ada tanggung jawab hukum. Nah ini harus ada aspek perlindungan kepada penggunanya, sehingga perlu ada pendaftaran," imbuhnya.
Kemudian perihal take down, Ardi menjelaskan proses take down suatu aplikasi atau platform tak bisa dilakukan seperti membalikkan telapak tangan.
Ada proses persyaratan hukum yang harus dilakukan pemerintah sebelumnya, seperti mengirimkan surat peringatan kepada platform beserta bukti lengkap sebelum dilakukan take down.
"Di masing-masing platform ada legal officer. Kalau ada masalah hukum yang terkait dengan platform itu, harus ada surat pengantar yang sudah lengkap dengan barang bukti diajukan sebagai permintaan resmi dari pemerintah kepada terlapor, mereka bisa tolak atau terima. Jadi ngga serta merta tadi takut bener Kominfo bisa intip (aktivitas,chat) dan lainnya. Tidak sesederhana yang kita bayangkan," ungkapnya.
Ardi mengungkap, di Indonesia sehari ada sekitar 350 aplikasi atau platform yang dinaikkan ke sistem elektronik. Hal ini disebut perlu dilakukan pendaftaran sebagai upaya perlindungan kepada masyarakat sebagai pengguna.
"350 Dalam sehari bayangkan seminggu sebulan. Bagaimana kita kendalikan, sedangkan masyarakat mengunduh. Memang ada aplikasi yang bermanfaat tapi ada juga aplikasi yang bodong, bodong mungkin tujuannya untuk mengambil data," paparnya.
Ia memandang persoalan PSE tak bisa hanya dipandang dalam hal sempit. Perlu juga melihat isu ini lebih luas dalam kacamata konsumen.
Marak sekali serangan siber seperti fenomena kebocoran data, ditengah pesatnya perkembangan teknologi. Maka diperlukan pendaftaran untuk mitigasi hal tersebut.
Ardi menekankan, dibalik serangan siber, kebocoran data juga dapat membuat trauma psikolog pengguna lantaran data miliknya yang bocor. Disamping tentunya ada juga dampak yang didapatkan oleh PSE. Hal tersebut juga yang menjadi alasan perlunya pendaftaran PSE.
"Semua bentuk serangan siber tidak tunggal selalu ada dua atau tiga serangan yang dompleng serangan pertama. Serangan pertama itu kamuflase, serangan kedua tiga adalah serangan sebenarnya. Inilah gambaran kenapa perlu PSE," kata Ardi.
Kembali pendaftaran PSE diperlukan, meski baru dilakukan pemerintah sekarang. Agar fenomena kebocoran data hingga kerugian ekonomi yang mungkin dirasakan pengguna dapat memiliki dasar hukum jika diadukan. [qnt]