WahanaNews.co, Jakarta - Pembentukan Organisasi Pelaksana Program Energi Nuklir, yang dikenal sebagai Nuclear Energy Program Implementation Organization (NEPIO), hampir mencapai tahap persetujuan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang akan mempercepat pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia.
Kelompok yang akan mempercepat pembangunan PLTN ini akan memiliki tanggung jawab terhadap presiden, fokus pada persiapan dan pelaksanaan pembangunan PLTN guna mendukung pencapaian target transisi energi dan emisi nol bersih pada tahun 2060.
Baca Juga:
Arsjad Rasjid dan Anindya Bersatu, Kadin Siap Gelar Munas Usai Pelantikan Presiden
Djoko Siswanto, Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (Sekjen DEN), menjelaskan bahwa pembentukan NEPIO merupakan persyaratan yang ditetapkan oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) agar Indonesia dapat mengembangkan PLTN.
"Rekomendasi IAEA untuk komersialisasi nuklir kita harus memenuhi 19 persyaratan, 16 sudah, tinggal 3 lagi, salah satunya NEPIO," ujar Djoko dalam konferensi pers, beberapa waktu lalu.
Adapun, Tim Percepatan Pembangunan PLTN akan diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif.
Baca Juga:
Kata Djarot PDIP Soal Jokowi Reshuffle Diakhir Jabatan
DEN akan melaporkan rancangan struktur organisasi badan nuklir itu kepada Presiden Jokowi.
“Dalam sidang paripurna yang dipimpin Pak Presiden akan kita paparkan juga sekaligus minta arahan, ketuanya Menko Marinves Luhut dan ketua hariannya Menteri ESDM Arifin Tasrif,” kata Djoko.
Selanjutnya, anggota NEPIO bakal berisikan ketua dewan pengarah BRIN, menteri atau kepala lembaga terkait, anggota DEN dan ketua majelis pertimbangan tenaga nuklir.
Sementara itu, struktur NEPIO juga mengakomodasi wakil ketua harian tim atau kapokja yang membawahi Pokja 1 urusan strategi, perencanaan dan kewilayahan. Selanjutnya, Pokja 2 membidangi perizinan, pembangunan, dan pengoperasian dan Pokja 3 mengurusi hubungan kelembagaan dan masyarakat.
“Nuklir ini penting mendapat respons dari masyarakat,” kata Djoko.
Komersialisasi PLTN
Saat ini, pemerintah sedang mempercepat target operasional Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sebagai upaya untuk meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan (EBT).
Pengembangan PLTN kini tidak lagi dianggap sebagai opsi terakhir pemerintah untuk mempercepat pertumbuhan energi terbarukan.
Dalam rancangan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2014 Tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang telah diselesaikan oleh Dewan Energi Nasional (DEN), target operasional komersial PLTN telah dipersingkat menjadi tahun 2032.
Sebelumnya, target tersebut direncanakan pada tahun 2039 sesuai dengan peta jalan nasional untuk nol emisi karbon.
Berdasarkan peta jalan yang baru, DEN menetapkan target penggunaan energi baru terbarukan di kisaran 19% hingga 21% pada tahun 2030.
Pada saat itu, pemerintah berencana untuk menghentikan impor bensin dan gas LPG.
Selanjutnya, target penggunaan energi baru terbarukan ditingkatkan menjadi 25% hingga 26% pada tahun 2035, dengan asumsi PLTN pertama beroperasi pada tahun 2032 dengan kapasitas terpasang sebesar 250 megawatt (MW).
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]