Pakar ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr. Fahmy Radhi MBA menilai, lambatnya pengembangan blok Masela disebabkan oleh rencananya mundurnya Shell sebagai salah satu pemegang partisipating Interest (PI) Blok Masela.
Akibatnya, proyek yang seharusnya mulai masuk FID tersebut, hingga kini tidak mengalami kemajuan berarti.
Baca Juga:
Kanwil DJPb Sulteng: Kinerja APBN hingga Oktober 2024 Alami Pertumbuhan Positif
“Sejak ditemukan tahun 2000, Blok Masela ini sudah lebih dari 20 tahun tidak mengalami banyak kemajuan. Sedangkan tahun 2024 sudah harus berjalan, jadi menurut saya sebaiknya blok itu diambil lagi oleh pemerintah. Dengan potensi gas bumi yang sangat besar, akan banyak investor yang masuk ke Masela, walaupun investasinya sangat besar,” ujar Fahmy dalam keterangan Rabu (24/8).
Menurut Fahmi, dengan potensi besar yang dimiliki blok Marsela, sebaiknya pemerintah menyerahkannya pada perusahaan milik pemerintah.
Toh, kata dia, perusahaan BUMN di sektor energi dalam negeri sudah cukup mampu mengelola blok tersebut.
Baca Juga:
Realisasi Anggaran Pendidikan Hingga Oktober 2024 Capai Rp463,1 Triliun
“Kita memiliki BUMN energi seperti Pertamina dan PGN. Sudah saatnya, kekayaan negara dikelola oleh negara. Untuk masalah pendanaan, saya kira perbankan kita mampu membiayai secara konsorsium, atau bisa juga mengeluarkan surat utang (bond). Jadi dari segi pembiayaan menurut saya tidak sulit,” katanya.
Onshore Lebih Optimal