Sinthya menjelaskan, ada banyak sumber pendanaan yang bisa dimanfaatkan PLN untuk mengisi target investasi di energi terbarukan. Selain pendanaan yang bersumber dari publik melalui penerbitan green bonds, ada pula sejumlah model pembiayaan kreatif lainnya seperti kemitraan dengan lembaga keuangan internasional, program Accelerated Renewable Energy Development (ARED), partisipasi dalam Program Just Energy Transition Partnership (JETP), dan sejumlah skema lainnya.
"Indonesia memiliki apa yang disebut sebagai country manager untuk blended finance, yang dikelola oleh salah satu BUMN di bawah Kementerian Keuangan. Namun di sisi lain, ada juga aliansi keuangan perbankan global yang hadir untuk mengisi kesenjangan antara skema yang digerakkan oleh publik ini dan juga inisiatif platform global lainnya." kata Sinthya.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Inisiatif blended finance, yang menggabungkan modal komersial dengan bantuan atau sumbangan resmi juga akan menjadi bagian dari solusi. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan pendanaan energi ramah lingkungan dan mendukung penghentian dini pembangkit listrik tenaga batu bara.
PLN sendiri telah menjalin kerja sama dengan lembaga keuangan internasional seperti Asian Development Bank (ADB) untuk mengatasi tantangan pendanaan dalam pengembangan energi terbarukan. PLN juga mempercepat pengembangan energi terbarukan dengan mengidentifikasi dan memprioritaskan proyek-proyek yang siap didanai lewat program ARED.
Salah satu pendekatan yang digunakan PLN agar bisa mendapatkan pendanaan tersebut adalah dengan mempersiapkan proyek yang tepat. Artinya, proyek yang dikerjakan tak semata hanya bersumber dari energi bersih saja, namun juga harus memiliki dampak dalam hal pembangunan ekonomi dan memperhatikan aspek lingkungan dan sosialnya.
Baca Juga:
Mengungkap Kembali Workshop ALPERKLINAS di Tahun 2013: Harmonisasi Konsumen dan Produsen dalam Pelayanan Listrik di Indonesia
"PLN sendiri, untuk pembiayaan, untuk pembiayaan hijau, misalnya, kami telah mengamankan sekitar US$ 2,9 miliar. Saat ini kami sedang berbicara dengan ADB (Asian Development Bank) untuk sekitar US$ 4,8 miliar untuk paket investasi ETM. Dan kami juga berbicara tentang JETP sekitar US$ 21 miliar. Namun, perlu ada kejelasan lebih lanjut tentang apa yang diharapkan dari kami." jelas Sinthya.
Sinthya mengatakan, sejauh ini pihaknya telah mendapatkan potensial pendanaan sekitar US$ 46,9 miliar untuk program transisi energi ini. Sumber pendanaan yang telah dan akan dikunci di antaranya yang bersumber dari World Bank, Asian Development Bank (ADB), JICA, JETP dan sejumlah lembaga internasional lainnya.
"Sebagian sudah ada tinggal proses, sebagian lagi sudah dalam negosiasi. Jadi sudah ada yang deal dan ada yang sedang dalam proses persiapan. Jadi total yang sudah kita identifikasi sekitar US$ 46,9 miliar tadi." jelasnya.