"Satu-satunya cara untuk maju adalah melalui kolaborasi. Itulah sebabnya kolaborasi antar investor domestik, kolaborasi antar regional dan juga internasional dibutuhkan." kata Darmawan.
Genjot Transisi ke Energi Bersih
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Salah satu upaya Indonesia terkait komitmennya dalam mengatasi perubahan iklim dicapai dengan akselerasi transisi energi kotor ke energi yang lebih ramah lingkungan. Namun dalam kenyataannya, transisi energi menemui hambatan dalam pembiayaan.
Pembiayaan menjadi salah satu tantangan dalam menggenjot lebih banyak pengembangan energi terbarukan. Hal ini diamini oleh PT PLN (Persero) sebagai perusahaan listrik yang melayani 92 juta pelanggan di Tanah Air.
"Kami memiliki sekitar 65% produksi listrik yang berasal dari batu bara. Dan itu juga merupakan tantangan bagi kami." kata Direktur Keuangan PT PLN (Persero), Sinthya Roesly di Indonesia Paviliun pada gelaran COP29 di Baku, Azerbaijan, Selasa (12/11/24).
Baca Juga:
Mengungkap Kembali Workshop ALPERKLINAS di Tahun 2013: Harmonisasi Konsumen dan Produsen dalam Pelayanan Listrik di Indonesia
Sinthya menjelaskan, para investor ataupun lembaga internasional sulit mengalirkan dana investasi mereka ke sektor energi terbarukan saat terpaut oleh sejumlah syarat. Salah satunya soal kapasitas penggunaan batu bara yang dimiliki PLN saat ini.
"Ekspektasi dari investor, mereka saat ini terbatas untuk dapat berinvestasi karena kami memiliki porsi batu bara ini lebih dari 50%. Karena salah satu hal yang mereka katakan adalah juga persyaratan dari OECD, misalnya, maksimum 30% atau maksimum 50%." jelas Sinthya.
Untuk itu, Sinthya berharap investor dapat memperbaiki pendekatan pembiayaan transisi energi agar lebih inklusif. Dia bilang, transisi energi tak dapat dilakukan dengan tiba-tiba, melainkan bertahap.