WahanaNews.co | Pengadilan junta Myanmar memenjarakan pemimpin terguling, Aung San Suu Kyi, selama enam tahun atas tuduhan korupsi pada Senin (15/8/2022).
Alhasil, keseluruhan hukuman penjara Suu Kyi telah menyentuh 17 tahun.
Baca Juga:
Vonis Penjara Suu Kyi Ditambah 3 Tahun, Menlu AS Meradang
Seorang sumber yang merahasiakan namanya mengungkap keputusan tersebut.
Dia menjelaskan, Suu Kyi menghadapi empat tuduhan.
Setiap dakwaan membawa ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun.
Baca Juga:
Bertahan di Rakhine, Etnis Rohingya Seolah Hidup Tanpa Harapan
Pengadilan menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara untuk masing-masing tuduhan itu.
Suu Kyi akan menjalani sebagian secara serentak.
Suu Kyi tidak membuat pernyataan apa pun setelah mendapati hukuman tersebut.
Terlepas dari nasib yang menimpanya, wanita berusia 77 tahun itu dikabarkan berada dalam keadaan sehat.
Pada Juni, Suu Kyi dipindahkan dari tahanan rumah ke penjara di Naypyidaw.
Dia melanjutkan seluruh proses hukum itu dari gedung pengadilan di dalam kompleks penjara tersebut.
Putusan teranyar telah memicu reaksi cepat dari berbagai negara.
Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan, Josep Borrell, menyerukan pembebasan Suu Kyi.
Amerika Serikat (AS) turut menggambarkan tindakan junta sebagai penghinaan terhadap keadilan dan supremasi hukum.
"Kami menyerukan kepada rezim untuk segera membebaskan Aung San Suu Kyi dan semua yang ditahan secara tidak adil, termasuk pejabat lain yang dipilih secara demokratis," tegas Kementerian Luar Negeri AS, dikutip dari AFP, Selasa (16/8/2022).
Suu Kyi menjadi tahanan sejak para jenderal militer menggulingkan pemerintah terpilih pada 1 Februari 2021.
Kepergiannya mengakhiri periode demokrasi singkat di Myanmar.
Junta mengaku merebut kekuasaan lantaran menemukan penipuan selama pemilu pada 2020.
Liga Demokrasi Nasional (NLD) mengalahkan partai yang didukung militer kala itu.
Pengamat internasional meyakini bahwa pemilu itu berlangsung bebas dan adil.
Kudeta lantas mengantarkan gelombang protes dan pertempuran.
Otoritas mencatat, tindakan keras oleh junta telah menyebabkan lebih dari 2.000 warga sipil tewas dan 17.000 lainnya ditangkap.
Sejak itu, rentetan tuduhan mulai menghantam Suu Kyi.
Dia harus melawan tuduhan pelanggaran undang-undang informasi rahasia, tindak korupsi, dan kecurangan dalam pemilu.
Suu Kyi berisiko melewati puluhan tahun penjara bila terbukti bersalah atas semua tuduhan tersebut.
Selama persidangan, junta melarang wartawan untuk hadir.
Pengacara Suu Kyi pun tidak diperbolehkan berbicara kepada media.
Peraih Nobel Perdamaian itu sebelumnya dijatuhi hukuman penjara 11 tahun atas korupsi, hasutan terhadap militer, pelanggaran undang-undang telekomunikasi, dan pelanggaran aturan Covid-19.
Suu Kyi merupakan wajah harapan demokrasi negara itu selama lebih dari 30 tahun.
Namun, hukuman penjara akan mencegahnya mengikuti pemilu yang dijanjikan junta akan diadakan pada 2023.
Ancaman serupa turut menjerat sekutu politik Suu Kyi.
Junta bahkan mengeksekusi empat politikus dan aktivis pro-demokrasi pada Juli.
Salah seorang tahanan itu merupakan mantan anggota parlemen NLD, Phyo Zeya Thaw.
Junta juga menjatuhkan hukuman tersebut terhadap seorang aktivis terkemuka, Kyaw Min Yu.
Dua tahanan lainnya adalah Hla Myo Aung dan Aung Thura Zaw.
Akibatnya, junta memicu kecaman keras dari seluruh dunia.
"Kebal dari kemarahan domestik dan internasional, pengadilan hukuman terhadap Suu Kyi dan pendukungnya dirancang untuk menghapus masa lalu demokrasi," terang analis independen, David Mathieson. [gun]