WahanaNews.co | Paus Fransiskus resmi membuka Sinode Para Uskup Sedunia di Roma, pada Rabu (4/10/2023).
Pada sinode kali ini membahas masa depan Gereja Katolik yang ditandai dengan ketegangan oleh kelompok konservatif mengenai isu-isu perlakuan terhadap orang yang bercerai dan penganut LGBTQ.
Baca Juga:
Viral, Anak Indonesia Bertanya kepada Paus: Jika Anda Bisa Lakukan Keajaiban, Apa yang Anda Lakukan?
Sidang Sinode Para Uskup akan berlangsung selama empat minggu, yang juga akan membahas topik-topik seperti diakon perempuan dan selibat imam.
Namun, sebelum persidangan dimulai, lima kardinal konservatif secara terbuka meminta Paus Fransiskus untuk menegaskan kembali doktrin Katolik mengenai perlakuan terhadap pasangan gay dan pentahbisan perempuan.
Dalam tanggapannya yang diumumkan pada 2 Oktober 2023 lalu, Paus justru menyarankan sebuah cara untuk pemberkatan pasangan sesama jenis oleh para pendeta.
Baca Juga:
Megawati Soekarnoputri di Roma: Menghadiri Rapat Nominasi Zayed Award 2024
Padahal, pernikahan sesam jenis adalah suatu yang tidak diakui oleh Tahta Suci tetapi dipraktikkan di negara-negara termasuk Jerman dan Belgia.
Sambil menegaskan bahwa Gereja hanya mengakui pernikahan antara laki-laki dan perempuan, Paus mengatakan bahwa setiap orang tidak dapat menolak perasaan atau cinta pasangan sesama jenis.
"Kita tidak bisa menjadi hakim yang hanya menyangkal, menolak, dan mengecualikan," ujar Paus, dikutip dari The Sundaily, Rabu (4/10/2023).
“Kehati-hatian pastoral harus cukup membedakan apakah ada bentuk pemberkatan, yang diminta oleh satu orang atau lebih, yang tidak menyampaikan konsep pernikahan yang salah,” tulisnya.
Sebagai informasi, Sidang Umum ke-16 itu dibuka pada pukul 09:00, dengan misa di Lapangan Santo Petrus di Vatikan, kemudian Paus akan berbicara pada sore hari sebelum diskusi secara resmi dimulai.
Sejak menjabat pada tahun 2013, Paus Fransiskus telah berupaya melakukan reformasi tata kelola Gereja, yang ia ingin agar tidak terlalu bersifat top-down dan lebih dekat dengan umat beriman. Meskipun, cara yang ia lakukan untuk melakukan hal ini telah menemui perlawanan internal yang kuat.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah Gereja, para biarawati dan awam perempuan akan mengambil bagian dalam konsultasi Majelis Umum dan dapat memberikan suara.
Salah satu pengamat Tahta Suci, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, mengatakan partisipasi perempuan akan membuat proses sinode lebih efektif.
Sesi kedua majelis dijadwalkan pada Oktober 2024, yang berarti tidak ada keputusan konkrit yang diharapkan dalam waktu dekat.
[Redaktur: Zahara Sitio]