Kasus lainnya yang menggambarkan bagaimana rakyat Korea Utara dibunuh karena menjadi umat Kristen, juga terungkap di laporan tersebut.
Sekretaris Jendral PBB, Antonio Guterres menyebutkan, hak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama terus ditolak, tanpa ada sistem kepercayaan alternatif yang ditoleransi oleh pihak berwenang.
Baca Juga:
Bantu Rusia, Terungkap Kim Jong Un Kirim Tentara ke Ukraina
Beberapa waktu lalu, Guterres mengungkapkan lewat tulisannya, bagaiman situasi di Korea Utara tidak berubah sejak laporan hak asasi manusia tahun 2014, yang menemukan bahwa pihak berwenang hampir sepenuhnya menyangkal hak atas kebebasan berpikir, hati nurani dan agama
PBB juga menemukan bahwa pemerintah sering melanggar hal asasi manusia, yang mana menjadi kejahatan terhadap kemanusiaan.
Laporan tahun 2022 menemukan bahwa pemerintah Korit terus mengeksekusi, menyiksa, dan menangkap orang secara fisik karena kegiatan keagamaan.
Baca Juga:
Krisis Kelahiran di Korut: Pemerintah Penjarakan Dokter Aborsi dan Sita Alat Kontrasepsi
Pada Oktober 2021, LSM Korea Future merilis laporan yang merinci pelanggaran kebebasan beragama setelah mewawancarai 224. Dari pada korban didapati 91 orang beragama kristen, 150 orang shamanisme dan satu orang cheondoisme, satu orang agama lainnya.
Usia para korban berkisar dari 2-80 tahun. Sementara itu 70 pesen korban yang berhasil didokumentasikan adalah wanita dan anak.
Mereka akan ditangkap, ditahan, kerja paksa dan disiksa. Tak sedikit yang masuk pengadilan tapi ditolak, tapi kemudian mereka malah jadi sasaran kekerasan seksual dan eksekusi publik.