WAHANANEWS.CO, Jakarta - Presiden Otoritas Palestina (PA), Mahmoud Abbas, menunjuk orang kepercayaannya, Hussein al-Sheikh, sebagai wakil dan calon penggantinya.
Ini merupakan kali pertama Abbas, yang telah menjabat sebagai presiden PA sejak 2004, menetapkan suksesor setelah 21 tahun berkuasa.
Baca Juga:
Pejabat Palestina Kritik AS dan Sekutu Terkait Penangguhan Pendanaan UNRWA
Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) mengumumkan keputusan tersebut, yang dinilai sebagai upaya meredakan keraguan komunitas internasional terhadap masa depan kepemimpinan Palestina.
"Presiden Palestina Mahmud Abbas menunjuk Hussein al-Sheikh sebagai wakil (wakil presiden) pimpinan PLO," ujar anggota komite eksekutif PLO, Wasel Abu Yousef, kepada AFP, Minggu (27/4/2025).
Abbas, yang kini berusia 89 tahun, memimpin PLO dan PA sejak wafatnya pemimpin legendaris Yasser Arafat pada 2004. Namun, selama bertahun-tahun, ia menolak melakukan reformasi internal, termasuk menetapkan pengganti.
Baca Juga:
Eror Lagi, Rudal Iron Dome Milik Israel Hantam Tel Aviv
Hussein al-Sheikh, kelahiran 1960, adalah veteran Fatah faksi utama PLO yang didirikan Arafat dan kini dipimpin Abbas. Ia dikenal luas sebagai sosok pragmatis yang memiliki hubungan erat dengan Israel.
Penunjukan Sheikh sebagai wakil presiden dilakukan setelah komite eksekutif PLO menyetujui pencalonan tersebut berdasarkan usulan Abbas, menurut pernyataan resmi PLO.
Reformasi di tubuh PA, yang mengelola pemerintahan otonom terbatas di Tepi Barat yang diduduki Israel, menjadi perhatian utama Amerika Serikat dan negara-negara Teluk.
Mereka berharap PA dapat memainkan peran kunci dalam upaya penyelesaian konflik Israel-Palestina.
Desakan untuk melakukan reformasi meningkat setelah pecahnya perang di Gaza, yang telah berlangsung lebih dari 18 bulan.
Perang tersebut melibatkan pertempuran sengit antara Hamas, rival utama PLO, dan Israel, serta menghancurkan sebagian besar wilayah Gaza.
Amerika Serikat mendukung gagasan pemerintahan PA yang direformasi untuk mengelola Gaza pascaperang.
Negara-negara Teluk, yang kemungkinan besar akan menjadi sumber utama dana rekonstruksi Gaza, juga mendorong perubahan besar dalam struktur PA.
Sementara itu, Israel, yang menyatakan tujuannya menghancurkan Hamas, menolak melibatkan PA dalam pengelolaan Gaza.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menegaskan penolakannya terhadap pembentukan Negara Palestina.
Hamas, yang mengusung ideologi Islam militan, telah menguasai Gaza sejak 2007 setelah mengalahkan PA dalam konflik bersenjata menyusul kemenangan mereka di pemilu 2006. Hamas juga memiliki pengaruh kuat di Tepi Barat.
Dalam pertemuan Dewan Pusat PLO yang digelar Rabu dan Kamis lalu, posisi wakil presiden PLO disetujui tanpa menyebutkan kandidat spesifik.
Abbas dalam kesempatan itu menyerukan secara tegas agar Hamas melucuti senjata dan menyerahkan kendali penuh atas Gaza kepada PA.
Kredibilitas PA di mata rakyat Palestina merosot akibat berbagai faktor, seperti tuduhan korupsi, kemandekan proses menuju pembentukan negara merdeka, serta eskalasi serangan militer Israel di Tepi Barat.
PA, yang didominasi oleh Fatah sejak dibentuk melalui Perjanjian Oslo 1993, terakhir kali mengadakan pemilihan parlemen pada 2005.
Hussein al-Sheikh, yang pernah dipenjara Israel karena aktivitas perlawanan terhadap pendudukan pada 1978–1989, kini menjadi penghubung utama PA dengan pemerintah Israel.
Ia juga kerap bertindak sebagai utusan Abbas dalam pertemuan-pertemuan penting di berbagai negara besar.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]