“Saya telah menyampaikan bahwa negara saya telah memberikan bantuan kemanusiaan kepada rakyat Sudan dan UEA tidak benar-benar mendukung kedua belah pihak. Kami ingin melihat gencatan senjata, gencatan senjata segera,” kata Dubes AlDhaheri menekankan.
Selama ini, UEA kerap dituduh oleh Sudan maupun sejumlah negara lain sebagai penyokong RSF kelompok yang hampir dua tahun terakhir berperang melawan militer Sudan atau Sudan Armed Forces (SAF).
Baca Juga:
Geser Tokyo, PBB Nobatkan Jakarta Kota Terpadat di Dunia
Tuduhan tersebut kembali mencuat seiring meningkatnya eskalasi konflik, seperti diberitakan oleh France24.com. RSF sendiri dituduh melakukan kejahatan perang di wilayah Darfur Utara.
Perang saudara antara RSF dan SAF yang pecah sejak April 2023 telah menewaskan lebih dari 2.000 orang, berdasarkan laporan Aljazeera yang mengutip pernyataan resmi pemerintah Sudan pada awal November 2025.
Konflik yang berkepanjangan ini juga memicu kekhawatiran komunitas internasional mengenai potensi meluasnya kekejaman.
Baca Juga:
Hampir 100 Ribu Warga Tinggalkan El-Fasher Setelah RSF Kuasai Darfur Utara
Kepala Hak Asasi Manusia PBB, Volker Turk, menyampaikan kekhawatirannya terhadap kemungkinan terjadinya gelombang kekerasan baru di Sudan.
Hal itu mengingat meningkatnya pertempuran antara SAF, RSF, dan kelompok Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan Utara (SPLM-N) di wilayah Kordofan.
Ia menilai, situasi kemanusiaan di wilayah tersebut semakin memburuk dari hari ke hari.