Iran juga tidak sendiri. Negara ini telah menjadi bagian dari jaringan strategis Rusia dan China.
Bagi Rusia, Iran bukan sekadar sekutu. Letaknya strategis, berada di bawah Kaukasus, dekat dengan bekas negara Uni Soviet yang kini cenderung pro-Barat.
Baca Juga:
Çelebi Aviation Resmi Operasi di Kualanamu, Sumut Disiapkan Jadi Pusat Logistik Baru
Presiden Vladimir Putin bahkan menandatangani Pakta Kemitraan Strategis dengan Presiden Iran Masoud Pezeshkian awal 2025. Iran juga membantu Rusia dalam perang melawan Ukraina.
Jika rezim Iran jatuh, Rusia akan merasa dikepung dari segala arah. Hal itu bisa mendorong Moskow bereaksi keras.
China pun tak kalah berkepentingan.
Baca Juga:
Diduga Pasok Teknologi Rudal ke Iran, FBI Tawarkan Rp245 Miliar untuk Tangkap Baoxia Liu
Negeri Tirai Bambu adalah pelanggan utama minyak Iran, 90 persen ekspor minyak mentah Iran mengalir ke China, meski secara resmi diembargo oleh Barat.
Lebih dari itu, Iran adalah penghubung vital bagi proyek ambisius Belt and Road Initiative (BRI). Jika Iran jatuh ke tangan rezim pro-Barat, China akan kehilangan jalur langsung ke Timur Tengah, Afrika, dan Eropa.
Dari sisi geopolitik, serangan terhadap Iran juga bisa menyulut krisis di Selat Hormuz, jalur vital minyak dunia. Jika jalur ini terganggu, harga minyak melonjak, dan dunia bisa tergelincir lagi ke dalam krisis ekonomi global.