WahanaNews.co | Sejumlah negara Barat menjatuhkan sanksi ke Rusia, lantaran belum ada sinyal untuk menghentikan serangan ke Ukraina sejak 24 Februari 2022 lalu.
Presiden Amerika Serikat Joe Biden bahkan telah memerintahkan untuk menyetop impor komoditas energi, baik minyak, gas dan komoditas energi lainnya dari Rusia. Begitu juga dengan Inggris yang menyatakan akan mengurangi impor energi dari Rusia secara bertahap.
Baca Juga:
Kementerian ESDM Buka Suara, Soal Tudingan AS Ada Kerja Paksa di Industri Nikel RI
Meskipun sejumlah negara Eropa tidak menyebutkan sanksi impor komoditas energi dari Rusia, namun adanya sanksi terhadap sistem keuangan Rusia juga berpotensi menghambat transaksi dan pengiriman pasokan komoditas energi dari Rusia.
Kondisi ini juga memicu lonjakan harga sejumlah komoditas, baik minyak, gas, batu bara, hingga mineral seperti nikel.
Dengan tersendatnya pasokan komoditas dari Rusia tersebut, maka sejumlah negara tak ayal mencari alternatif sumber pasokan, termasuk dari Indonesia. Indonesia bisa dikatakan menjadi salah satu negara yang dianggap berpotensi menggantikan beberapa komoditas asal Rusia yang tersendat.
Baca Juga:
Balai Kemenperin di Makassar Dukung Pemerataan Ekonomi Wilayah Timur
Apa saja komoditas RI yang bisa berpotensi menggantikan pasokan komoditas dari Rusia? Berikut ulasannya.
1. Batu Bara
Indonesia merupakan produsen batu bara terbesar ketiga dunia, setelah China dan India. Pada 2021 produksi batu bara Indonesia tercatat mencapai 614 juta ton, naik dari 2020 sebesar 561 juta ton.
Pada 2022, produksi batu bara RI bahkan ditargetkan naik 8% menjadi 663 juta ton.
Sementara Rusia, tercatat sebagai produsen batu bara terbesar keenam di dunia. Berdasarkan data BP Statistical Review 2021, Rusia memproduksi sebesar 399,8 juta ton pada 2020. Adapun kontribusi pasokan batu bara asal Rusia ini sebesar 5,2% dari total produksi batu bara dunia sebesar 7,74 miliar ton.
Akibat perang ini, maka pasokan batu bara dari Rusia diperkirakan akan terhambat. Imbasnya, beberapa negara, khususnya dari Eropa hingga China mencari alternatif pengganti dari negara lain, salah satunya Indonesia.
Dari catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) China belum bisa melakukan impor batu baranya dari Rusia, yang mana Rusia memberikan ekspor batu baranya ke China hingga 17% dari total produksi batu baranya sebanyak 420 juta ton tahun ini.
Selain ke China, Rusia juga mengekspor batu baranya ke beberapa negara di Eropa sebanyak 31% dari total produksi batu baranya.
Akibat dari seretnya pasokan batu bara di sejumlah negara Eropa dan China, batu bara Indonesia sedang diburu.
Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan, di tengah terganjalnya pasokan batu bara Eropa dari Rusia, terdapat calon pembeli dari beberapa negara di Eropa yang sedang menjajaki atau mencari suplai batu bara dari Indonesia.
"Negara-negara Eropa Barat dan Eropa Timur yang selama ini menjadi importir batu bara daru Rusia," terang Hendra kepada CNBC Indonesia.
Mengutip CNBC International, Kamis (10/3/2022), Anthony Nafte dari CLSA mengatakan bahwa harga komoditas telah melonjak sejak Rusia perang dengan Ukraina. Bagi Nafte, naiknya harga komoditas akan menguntungkan bagi Indonesia karena ekonominya di gerakan oleh komoditas.
"Lebih dari 50% ekspor mereka berasal dari komoditas, dan sekarang Anda sudah mendapatkan posisi di mana harga komoditas akan bertahan lebih tinggi lebih lama," kata Nafte.
Dia mengatakan, misalnya, Rusia saat ini merupakan pemasok batu bara terbesar kedua ke China dan gangguan dapat mendorong Beijing untuk beralih ke Indonesia untuk mengisi kesenjangan.
"Indonesia akan diuntungkan dari efek harga tetapi juga dari segi volume," kata Nafte.
Sementara itu, batu bara asal Australia diperkirakan juga belum bisa optimal menggantikan batu bara dari Rusia, terutama karena terjadinya bencana banjir di Australia.
Pertambangan di wilayah lembah Hunter utama di New South Wales (NSW) tergenang air setelah hujan lebat pada awal pekan ini. Banyak yang terputus oleh jalan yang banjir dan warga yang dievakuasi dari rumah yang terendam banjir. Diperkirakan akan memakan waktu beberapa minggu sebelum operator tambang dapat sepenuhnya menilai kerusakan.
Minggu lalu, tambang di lembah Hunter beroperasi seperti biasa, meskipun dengan penyimpanan air mendekati kapasitas penuh.
Tapi banjir minggu ini telah mengisi lubang yang akan membutuhkan waktu untuk mengosongkannya. Mungkin infrastruktur pelabuhan dan kereta api akan pulih lebih cepat. Tetapi persediaan batu bara akan cukup rendah. Ini karena pelabuhan membatasi antrian kapal yang menunggu untuk memuat batu bara pada level di bawah rata-rata antrian biasanya.
Tambang Hunter Valley milik BHP termasuk tambang Mount Arthur memproduksi 20 juta ton/tahun. Sementara usaha patungan Operasi Hunter Valley antara Yancoal dan Glencore memproduksi 12,5 juta ton per tahun.
Kompleks Mount Thorley Warkworth milik Yancoal memiliki produksi 18 juta ton per tahun. Mount Owen milik Gelncore 7,5 juta ton/tahun, United Wambo joint venture antara Glencore dan Peabody memproduksi 10 juta per tahun.
2. Nikel
Selain batu bara, Indonesia dinilai juga bisa menjadi pengganti pemasok nikel asal Rusia yang tersendat akibat Perang Rusia-Ukraina.
Hal ini dikarenakan pasokan nikel Indonesia pada tahun ini diperkirakan akan bertambah, khususnya untuk jenis logam nikel kelas 1 yang diproduksi Rusia, berupa nickel matte, nikel sulfat, Mixed Hydroxide Precipitate (MHP), maupun Mixed Sulphide Precipitate (MSP) yang kadar logamnya telah mencapai 99,9%. P
roduk nikel kelas 1 ini biasanya dijadikan bahan baku untuk baterai kendaraan listrik.
Hal tersebut diungkapkan Steven Brown, Konsultan Independen di Industri Pertambangan berbasis di Australia.
Steven mengatakan bahwa logam nikel yang diproduksi Rusia merupakan nikel kelas 1 dan Rusia merupakan pemasok nikel kelas 1 terbesar di dunia.
Menurutnya, pasokan nikel Rusia ini tak bisa digantikan oleh negara lain, kecuali Indonesia.
"Rusia adalah pemasok Class 1 Nickel paling besar di dunia. Negara lain tidak mungkin bisa menutup pasokan ini, kecuali Indonesia," ungkapnya.
"Tahun ini Indonesia akan meningkatkan produksi nickel matte dan MHP, sehingga di akhir tahun ini harga nikel kemungkinan turun kembali," ucapnya.
Berdasarkan data Statista, Indonesia memproduksi nikel sebesar 1 juta ton pada 2021. Indonesia merupakan produsen nikel terbesar di dunia, mengalahkan Filipina dan Rusia.
Sementara Filipina memproduksi 370 ribu ton dan Rusia 250 ribu ton nikel pada 2021.
3. Tembaga
Perang Rusia-Ukraina juga berdampak pada ekspor tembaga Rusia. Rusia merupakan salah satu eksportir tembaga terbesar di dunia. Mengutip situs News Metal, produksi logam tembaga Rusia berkontribusi sebesar 4% dari produksi tembaga dunia.
Menurut USGS, Rusia memproduksi 920 ribu ton tembaga pada 2021. Dari jumlah tersebut, sebanyak 406.841 ton tembaga diproduksi Nornickel. Tembaga produksi Rusia banyak diekspor ke Asia dan Eropa.
Selain ke Eropa, tembaga Rusia juga diekspor ke China dan Belanda. Pada 2021, ekspor tembaga dari Rusia ke China mencapai 140 ribu ton, atau lebih dari 30% dari total ekspor tembaga Rusia.
Setelah China, Rusia mengekspor tembaga ke Belanda (25%), Jerman (19%), Turki (11%), Mesir (6%), Kuwait (4%), dan lainnya.
Lantas, apakah Indonesia berpotensi meraup peluang pasar tembaga tersebut?
Perlu diketahui, smelter tembaga di Indonesia saat ini hanya terdapat dua smelter, yakni PT Smelting di Gresik, Jawa Timur yang merupakan smelter tembaga terbesar saat ini dan smelter PT Batutua Tembaga Raya di Maluku.
PT Smelting merupakan pabrik pengolahan dan pemurnian konsentrat tembaga berkapasitas pengolahan konsentrat tembaga sebesar 1 juta ton per tahun dan memproduksi sekitar 300 ribu ton katoda tembaga per tahunnya.
PT Smelting merupakan perusahaan patungan antara PT Freeport Indonesia dan Mitsubishi Materials Corporation (MMC).
Sementara smelter PT Batutua Tembaga Raya hanya memproduksi sekitar 25.000 ton katoda tembaga per tahun.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, produksi katoda tembaga RI pada 2021 sebesar 289,5 ribu ton, naik dari 268,6 ribu ton pada 2020.
Pada 2022 ini, produksi katoda tembaga ditargetkan naik menjadi 291 ribu ton. [qnt]