WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kamboja dan Thailand akhirnya mencapai kesepakatan penting untuk mengizinkan pengamat dari ASEAN memantau langsung pelaksanaan gencatan senjata di perbatasan kedua negara.
Kesepakatan ini menandai berakhirnya bentrokan mematikan yang berlangsung selama lima hari dan menewaskan puluhan orang.
Baca Juga:
DJ Panda Diduga Hamili Tiga Wanita Tanpa Nikah, Termasuk Erika Carlina yang Kini Lapor Polisi
Dikutip dari Al Jazeera, kesepakatan dicapai setelah perundingan intensif selama empat hari di Kuala Lumpur, Malaysia.
Pertemuan tersebut dipimpin oleh Menteri Pertahanan Kamboja, Tea Seiha, bersama Menteri Pertahanan Sementara Thailand, Nattaphon Narkphanit.
Selain mengizinkan kehadiran pengamat, kedua negara juga menyetujui perpanjangan pembekuan pergerakan pasukan dan patroli militer di sepanjang garis perbatasan.
Baca Juga:
Ranjau Meledak, Jet Tempur Thailand Balas Serang Kamboja di Wilayah Sengketa
Sengketa yang menjadi akar konflik berasal dari perbatasan sepanjang 817 kilometer yang statusnya belum ditetapkan secara resmi selama beberapa dekade, memicu ketegangan berkepanjangan.
Bentrokan terbaru bermula dari insiden ledakan ranjau yang melukai lima tentara Thailand.
Kejadian itu kemudian memicu baku tembak dan pertempuran sengit, mengakibatkan sedikitnya 43 orang tewas dari kedua belah pihak.
Sebagai langkah awal implementasi kesepakatan, masing-masing negara akan membentuk tim pengamat sementara yang melibatkan pejabat pertahanan dari negara-negara anggota ASEAN.
Tim ini akan berada di bawah koordinasi Malaysia selaku Ketua ASEAN tahun ini, sebelum nantinya dibentuk misi pengamat resmi dengan mandat yang lebih luas.
Kesepakatan ini mendapat sambutan positif dari Amerika Serikat.
Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, menyebutnya sebagai “langkah penting dalam memperkuat mekanisme pemantauan ASEAN dan menjaga gencatan senjata.”
Rubio menambahkan, “Presiden Donald Trump dan saya berharap kedua negara benar-benar menghormati komitmen mereka untuk mengakhiri konflik.”
Gencatan senjata mulai diberlakukan sejak 28 Juli, setelah Presiden Trump memberikan tekanan ekonomi kepada kedua negara.
Trump bahkan mengancam akan menghentikan kesepakatan dagang jika pertempuran tidak dihentikan.
Sebagai respons terhadap upaya diplomatik tersebut, Washington menurunkan tarif barang impor dari Kamboja dan Thailand, dari 36 persen menjadi 19 persen pada awal bulan ini, sebagai bentuk insentif untuk mempertahankan perdamaian.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]