Mereka memperkirakan pengeluaran perang bisa meningkat hingga 250 miliar shekel pada akhir 2025. Angka ini belum termasuk biaya tambahan jika Israel memperluas serangan ke Lebanon.
Situasi ini juga memicu kekhawatiran di kalangan investor.
Baca Juga:
Presiden Prabowo Usulkan Two-State Solution untuk Akhiri Konflik Gaza dalam Pertemuan dengan AS
Sergey Dergachev, manajer portofolio di Union Investment, menyatakan bahwa meskipun rasio utang Israel terhadap PDB masih 62 persen tahun lalu, kebutuhan pinjaman yang melonjak menyebabkan rasio utang meningkat menjadi 67 persen.
"Selama perang terus berlanjut, utang Israel akan semakin memburuk. Meskipun Israel memiliki fundamental ekonomi yang baik, kondisi ini tetap memberatkan dari segi fiskal dan bisa memengaruhi peringkat kredit negara," kata Sergey.
Kekhawatiran ini terbukti dari keputusan lembaga pemeringkat global, Fitch Ratings, yang menurunkan peringkat kredit Israel dari 'A+' menjadi 'A', dengan prospek yang tergolong negatif.
Baca Juga:
Pelanggaran Hukum Internasional, PBB: 70 Persen Korban di Gaza Adalah Perempuan dan Anak-anak
Penurunan ini mencerminkan dampak dari berlanjutnya serangan, meningkatnya risiko geopolitik, dan operasi militer di berbagai wilayah.
Situasi ini juga menyebabkan investor asing mulai melepas obligasi Israel, termasuk dari dana pensiun dan aset besar, karena peningkatan rasio utang terhadap PDB.
Selain itu, serangan Israel menyebabkan kerusakan lingkungan di Palestina, termasuk polusi udara yang parah.