WahanaNews.co, Jakarta - Serangan Israel ke wilayah Gaza Palestina sebagai respons terhadap milisi Hamas telah menimbulkan dampak global yang signifikan.
Sebagai tanda solidaritas dengan Hamas, kelompok Houthi Yaman telah melakukan serangan terhadap kapal-kapal yang terafiliasi dengan Israel di Laut Merah.
Baca Juga:
Perdagangan Tersendat, China Jadi 'Korban' Baru Konflik Laut Merah
Dampak dari serangan ini telah memaksa perusahaan pelayaran besar, termasuk Mediterranean Shipping Company (MSC), CMA CGM, dan AP Moller-Maersk, untuk menangguhkan transit melalui Laut Merah dan Terusan Suez karena masalah keamanan. Bahkan, setidaknya 12 perusahaan pelayaran telah mengambil langkah tersebut.
BP, raksasa minyak asal Inggris, juga menjadi salah satu perusahaan terbaru yang mengumumkan keputusan untuk menghindari perairan tersebut. Sejauh ini, lebih dari US$ 30 miliar (setara dengan Rp 463 triliun) nilai kargo telah dialihkan dari Laut Merah.
Peningkatan risiko terjadi setelah Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengumumkan pembentukan koalisi pada hari Senin untuk melindungi perdagangan di Laut Merah dari serangan Houthi.
Baca Juga:
Berbekal Perangkat Jadul, Houthi Nekat Lawan AS yang Andalkan Jet Tempur Canggih F-35
Menurut Paolo Montrone, Wakil Presiden Senior dan Kepala Logistik Perdagangan Laut Global Kuehne+Nagel, saat ini ada 57 kapal kontainer yang memilih jalur melalui Afrika daripada melintasi Laut Merah dan Terusan Suez.
"Jumlah tersebut akan meningkat karena semakin banyak yang mengambil jalur ini," kata Montrone kepada CNBC International, Rabu (20/12/2023).
"Total kapasitas kontainer kapal-kapal ini adalah 700.000 unit setara dua puluh kaki (TEUs.)"
Antonella Teodoro, konsultan senior untuk MDS Transmodal, mengatakan perusahaan pelayaran dapat mengerahkan kapal tambahan karena kapasitas armada telah meningkat lebih dari 20% dalam 12 bulan terakhir untuk melayani konsumen tanpa keterlambatan.
"Permintaan diperkirakan akan tetap sama sehingga ada kapasitas yang tersedia untuk menjaga jalur pengangkut laut tepat waktu dan mengambil kontainer setelah terikat pada kapal yang dialihkan ini," kata Teodoro kepada CNBC.
CEO AP Moller-Maersk, Vincent Clerc, memperkirakan akan terjadi penundaan selama dua hingga empat minggu. Menurutnya, penundaan barang akan sangat terasa di Eropa.
"Eropa lebih bergantung pada Suez. Penundaan akan terasa di Eropa," tuturnya.
Melansir CNBC Indonesia, Direktur Timur Tengah dan Afrika di The Global Counsel, Ahmed Helal, mengatakan kepada Al Jazeera "dampak besar" dari krisis ini adalah pada inflasi. Ia menyebut karena serangan Houthi dan pindahnya rute kapal, harga gas dan minyak melonjak.
"Bank-bank sentral besar telah memangkas suku bunga untuk memerangi inflasi dan menurunkan harga bagi konsumen. Namun gangguan pada arteri perdagangan global ini berdampak pada barang-barang dan energi, baik minyak maupun gas alam," ujarnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]