WahanaNews.co, Jakarta - Milisi yang menguasai Yaman Houthi membetot perhatian dunia usai menyerang perairan dekat Israel, Laut Merah, sejak pasukan Zionis melancarkan agresi ke Palestina.
Sebelum agresi Israel ke Palestina, Houthi memang kerap meluncurkan drone di Laut Merah. Setelah operasi ini, mereka mengklaim turut membantu Palestina dengan menggempur kapal yang berafiliasi dengan Israel dan menyerang ke arah negara Zionis itu.
Baca Juga:
Arab Saudi Batasi Penggunaan Tanah oleh Pasukan AS Serang Houthi
Tindakan Houthi membuat cemas sekutu Israel, Amerika Serikat. Mereka sampai-sampai membentuk koalisi untuk berjaga-jaga di Laut Merah mencegah serangan kelompok ini.
Di balik serangan Houthi yang intensif, siapa sebenarnya pemimpin milisi ini?
Abdul Malik Al Houthi telah menjadi pemimpin spiritual, militer, dan politik Houthi sejak 2007.
Baca Juga:
Berbekal Perangkat Jadul, Houthi Nekat Lawan AS yang Andalkan Jet Tempur Canggih F-35
Sejauh ini, tak banyak informasi soal Abdul Malik. Dia juga jarang tampil di hadapan publik.
Nama Abdul Malik menjadi sorotan usai Houthi menguasai Yaman pada September 2014. Situs lembaga think-tank Wilson Center melaporkan enam bulan setelah ini, Kementerian Keuangan AS menjatuhkan sanksi kepadanya.
"[Abdul Malik terlibat dalam tindakan yang] mengancam perdamaian, keamanan, atau stabilitas Yaman," demikian menurut Kemkeu AS di situs itu.
Di bulan yang sama, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberlakukan embargo senjata terhadap Houthi dan memasukkan Abdul Malik ke dalam daftar hitam.
Kemudian pada 10 Januari 2021, AS, di bawah pemerintah Presiden Donald Trump, mengumumkan akan menetapkan Houthi sebagai Organisasi Teroris Asing dan sebagai Teroris Global yang Ditunjuk Secara Khusus.
Kementerian Luar Negeri AS juga menuduh Garda Revolusi Iran memberikan rudal, drone, dan pelatihan ke Houthi yang melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB.
"[Iran] terus menggagalkan upaya PBB dan negara-negara sahabat untuk menyelesaikan krisis ini secara damai dan mengakhiri konflik," demikian menurut Kemlu AS.
Penetapan tersebut mulai berlaku pada 19 Januari 2021, sehari sebelum masa jabatan Trump berakhir. Namun pemerintahan Joe Biden mencabut daftar tersebut kurang dari sebulan kemudian.
"Kami mendengarkan peringatan dari PBB, kelompok kemanusiaan, dan anggota Kongres bipartisan, antara lain, bahwa penunjukan tersebut bisa berdampak buruk terhadap akses masyarakat Yaman terhadap komoditas dasar seperti makanan dan bahan bakar," kata Menteri Luar Negeri Antony Blinken pada 12 Februari 2021.
Blinken kemudian mengklarifikasi bahwa para pemimpin senior Houthi Abdul Malik Al Houthi, Abd Al Khaliq Badr Al Din Al Houthi, dan Abdullah Yahya Al Hakim akan tetap dijatuhi sanksi secara individu.
Houthi lantas dihapus dari daftar teroris pada 16 Februari 2021.
[Redaktur: Sandy]