WAHANANEWS.CO, Jakarta - Iran tampaknya tidak main-main menanggapi serangan Amerika Serikat terhadap tiga situs nuklir strategisnya: Fordow, Natanz, dan Isfahan.
Sebagai balasan, Iran mengancam akan menutup Selat Hormuz, jalur laut sempit yang menjadi nadi utama perdagangan energi global.
Baca Juga:
IAEA: Situs Nuklir Iran Hancur Parah Dihantam Rudal AS
Ancaman itu bukan lagi sekadar wacana. Parlemen Iran sudah menyetujui rencana penutupan total selat tersebut pada Minggu (22/6/2025), dan kini tinggal menunggu restu dari Dewan Keamanan Nasional Tertinggi.
Jika skenario ini benar-benar terjadi, pasar energi dunia akan terguncang hebat.
Setiap hari, sekitar 20,5 juta barel minyak mentah, sepertiga dari total perdagangan global, melewati Selat Hormuz.
Baca Juga:
Tak Lagi Sendirian, Ini 3 Negara Kuat yang Kini Bela Iran Lawan Israel
Dampaknya bisa sangat parah, terutama bagi negara-negara besar yang sangat bergantung pada pasokan energi dari kawasan Teluk.
Berikut tiga negara yang diperkirakan akan paling menderita jika Iran benar-benar “menggembok” Selat Hormuz:
1. India
India menjadi salah satu negara yang paling rentan. Sekitar 85% kebutuhan minyaknya berasal dari impor, dan lebih dari 60% di antaranya dikirim dari negara-negara Teluk melalui Selat Hormuz.
Jika jalur ini tertutup, India bisa menghadapi lonjakan tajam harga energi domestik, inflasi, dan tekanan fiskal.
"Jika pasokan energi terganggu bahkan hanya seminggu, sektor penerbangan dan manufaktur India bisa lumpuh," tulis The Hindu Business Line.
Sementara itu, cadangan minyak strategis India hanya cukup untuk bertahan sekitar satu bulan.
Di tengah kebijakan subsidi energi yang masih berjalan, pemerintah India akan dihadapkan pada dilema besar antara menjaga stabilitas ekonomi dan menghindari gejolak sosial.
2. China
China mengimpor lebih dari 14 juta barel minyak per hari, dengan sekitar 42% berasal dari kawasan Teluk.
Penutupan Selat Hormuz akan memicu krisis pasokan energi, lonjakan harga, dan tekanan terhadap sektor industri serta konsumsi listrik yang tinggi di musim panas.
Empat dampak serius bagi China antara lain: kelangkaan pasokan energi, pelemahan pemulihan ekonomi pasca-pandemi, gangguan rantai pasok global, dan potensi gejolak sosial.
Beijing mungkin akan mengambil langkah-langkah drastis seperti pembatasan industri energi intensif atau diplomasi agresif.
“Penutupan Selat Hormuz akan mempercepat ketergantungan China pada proyek Jalur Sutra Energi,” tulis South China Morning Post.
3. Jepang
Dengan lebih dari 90% minyaknya berasal dari Timur Tengah dan semuanya melewati Selat Hormuz, Jepang berada dalam posisi sangat rawan.
Penutupan selat ini bisa membuat Jepang mengalami pemadaman listrik nasional, lumpuhnya industri otomotif dan manufaktur, lonjakan harga BBM, hingga potensi aksi protes dari masyarakat.
“Selat Hormuz adalah nadi kehidupan ekonomi Jepang. Jika ditutup, itu sama artinya Jepang kehilangan oksigen,” tulis Nikkei Asia.
Meski Jepang punya hubungan dagang erat dengan negara-negara Teluk, akses fisik ke sumber energi itu tetap bergantung pada jalur laut yang kini terancam.
Bagaimana dengan Amerika Serikat dan Negara Teluk?
AS juga terdampak, meski tidak separah negara-negara Asia. Sejak 2019, AS menjadi eksportir bersih energi dan memiliki cadangan minyak strategis lebih dari 370 juta barel.
Namun, karena harga minyak ditentukan secara global, lonjakan harga tetap akan memicu inflasi domestik.
Negara-negara Teluk seperti Arab Saudi, UEA, Kuwait, dan Qatar akan menghadapi masalah serius karena sekitar 80–90% ekspor minyak mereka melewati Selat Hormuz.
Meski memiliki pipa alternatif seperti Petroline milik Arab Saudi dan Habshan-Fujairah milik UEA, kapasitasnya belum cukup untuk menggantikan volume ekspor reguler.
Penutupan selat ini tetap akan memukul pendapatan negara dan stabilitas politik kawasan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]