WahanaNews.co | Pemimpin Korea Utara (Korut), Kim Jong-un, mengakui jika negaranya
tengah menghadapi situasi terburuk yang pernah ada.
Hal itu diungkapkannya di hadapan
ribuan anggota akar rumput dari Partai Buruh Korea yang berkuasa selama
konferensi politik besar di Pyongyang.
Baca Juga:
Kepala Badan Intelijen Luar Negeri Rusia Kunjungi Korea Utara Pekan Ini
Kantor berita Korut, KCNA, melaporkan, Kim
Jong-un membuat komentar tersebut selama pidato pembukaan pada pertemuan
sekretaris sel Partai Buruh Korea pada hari Selasa (6/4/2021).
"Meningkatkan standar hidup
masyarakat... bahkan dalam situasi terburuk yang pernah ada di mana kita harus
mengatasi banyak tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya bergantung pada
peran yang dimainkan oleh sel, organisasi akar rumput partai," kata diktator
muda Korut itu, seperti dikutip dari Independent, Rabu (7/4/2021).
Kim mendesak anggota untuk
melaksanakan keputusan yang dibuat pada kongres partai pada bulan Januari lalu,
ketika dia berjanji untuk meningkatkan penangkal nuklirnya dalam menghadapi
tekanan Amerika Serikat (AS) dan mengumumkan rencana pembangunan nasional lima
tahun yang baru.
Baca Juga:
Memanas, Korea Selatan Serukan Pembunuhan Kim Jong Un
Kongres tersebut terjadi beberapa
bulan setelah Kim menunjukkan keterusterangan yang tidak biasa dengan mengakui
bahwa rencananya untuk meningkatkan ekonomi tidak berhasil selama konferensi
politik lainnya.
Selama pidato hari Selasa, Kim juga
mengkritik unit akar rumput partai atas "kekurangan" yang tidak
ditentukan yang harus segera diperbaiki untuk memastikan perkembangan partai
yang sehat dan berkelanjutan.
Sel partai, yang terdiri dari lima
sampai 30 anggota, merupakan unit terkecil dari otoritas Partai Buruh Korut
yang mengawasi pekerjaan dan kehidupan di pabrik dan tempat lain.
Jaringan adalah alat penting bagi
Partai Buruh Korea untuk melanggengkan kekuasaannya. Konferensi
sekretaris sel sebelumnya diadakan pada tahun 2017.
Kemunduran ekonomi membuat Kim tidak
punya apa-apa untuk menunjukkan diplomasi ambisiusnya dengan mantan Presiden
Donald Trump, yang runtuh karena ketidaksepakatan dalam mencabut sanksi untuk
langkah-langkah denuklirisasi Korut.
Korut sejauh ini menolak tawaran
pemerintah presiden baru AS Joe Biden untuk melakukan pembicaraan, dengan
mengatakan bahwa Washington harus membuang kebijakan "bermusuhannya"
terlebih dahulu.
Korut juga meningkatkan tekanan dengan
melanjutkan uji coba rudal balistik bulan lalu setelah jeda selama setahun. [qnt]