WahanaNews.co, Jakarta - Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas mengatakan, per Sabtu (24/2/2024), setidaknya 29.606 orang telah terbunuh di wilayah Palestina selama serangan Israel.
Dikutip dari AFP, kementerian mencatat jumlah korban tewas tersebut mencakup sedikitnya 92 korban jiwa dalam 24 jam terakhir.
Baca Juga:
9 Staf UNRWA Dipecat PBB, Atas Dugaan Terlibat Serangan Hamas ke Israel
Sementara, 69.737 orang lainnya terluka sejak konflik yang dimulai pada 7 Oktober.
Israel sejauh ini masih belum menghentikan serangan di Gaza meski dua pihak sedang mengupayakan gencatan senajata. Per Sabtu (24/2/2024) malam WIB, serbuan zionis menewaskan puluhan orang di Gaza.
Hamas mengatakan pasukan Israel telah melancarkan lebih dari 70 serangan terhadap rumah-rumah warga sipil di kota-kota Gaza, termasuk Deir al-Balah, Khan Yunis, dan Rafah, selama 24 jam sebelumnya.
Baca Juga:
AS Desak Israel Investigasi Serangan Udara Mematikan di Kamp Pengungsi Rafah, Palestina
Kementerian Kesehatan mengatakan sedikitnya 92 orang tewas.
Militer Israel mengaku "mengintensifkan operasi" di wilayah barat Khan Yunis dengan menggunakan tank, tembakan jarak dekat, dan pesawat terbang.
"Para prajurit menggerebek kediaman seorang agen intelijen militer senior" di daerah tersebut dan menghancurkan sebuah terowongan, kata sebuah pernyataan militer.
Hamas, gerakan Islam Palestina yang menguasai Gaza sejak 2007, mengatakan pertempuran sedang berkecamuk di distrik Zeitun di Gaza utara.
Di tempat terpisah, kepala lembaga mata-mata Israel Mossad David Barnea bergabung dalam perundingan di Paris untuk berupaya membuka blokir perundingan mengenai gencatan senjata.
Ia mendorong kesepakatan pemulangan sandera yang diklaim ditahan Hamas yang masih tersisa.
Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar semuanya sangat terlibat dalam perundingan di masa lalu yang bertujuan untuk mengamankan gencatan senjata dan pertukaran tahanan-sandera.
AS, sekutu utama Israel, sebenarnya sudah menentang upaya Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terkait perang di Gaza ini, termasuk soal rencana mencaplok Gaza sepenuhnya.
Pembicaraan tersebut terjadi bersamaan dengan meningkatnya kekhawatiran krisis pangan warga sipil Gaza. Badan bantuan utama PBB untuk Palestina, UNRWA, mengatakan warga Gaza "berada dalam bahaya ekstrem sementara dunia menyaksikannya".
Di dekat kamp pengungsi Jabalia, kemarahan meningkat dan pada Jumat saat puluhan orang berdemo.
"Kami tidak mati karena serangan udara tetapi kami sekarat karena kelaparan," demikian bunyi sebuah tanda yang dipegang oleh seorang anak.
Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan seorang bayi berusia dua bulan yang diidentifikasi sebagai Mahmud Fatuh meninggal karena "kekurangan gizi".
"Risiko kelaparan diperkirakan akan meningkat selama pemerintah Israel terus menghalangi masuknya bantuan ke Gaza," serta akses terhadap air, kesehatan dan layanan lainnya, kata badan amal Save the Children.
[Redaktur: Sandy]