Dalam tiga dekade terakhir, pembangunan bendungan raksasa di wilayah hulu telah mengurangi aliran air yang mencapai Baghdad hingga 33 persen.
Krisis iklim memperparah keadaan. Penurunan curah hujan hingga 30 persen memicu kekeringan terburuk dalam satu abad terakhir, sementara kebutuhan air bersih terus meningkat.
Baca Juga:
Pasca Jatuhnya Rezim Assad, Irak Tutup Perbatasan Dengan Suriah
Para ahli memprediksi permintaan air di Irak akan melampaui pasokan pada tahun 2035.
Pemerintah Irak sebenarnya telah menandatangani kesepakatan dengan Turki pada November lalu untuk mengatasi persoalan ini, yang dikenal dengan istilah “minyak untuk air”.
Namun, kesepakatan tersebut menuai kritik karena dinilai tidak memiliki rincian teknis yang jelas serta tidak bersifat mengikat secara hukum.
Baca Juga:
Irak Layangkan Nota Protes ke PBB Atas Pelanggaran Udara oleh Pesawat Israel
Di tengah ketidakpastian ini, Sheikh Nidham mengaku sangat khawatir terhadap masa depan komunitas Mandaean di Irak selatan.
Dari estimasi populasi global antara 60.000 hingga 100.000 jiwa, kini kurang dari 10.000 orang Mandaean yang masih bertahan di Irak.
Bagi mereka, matinya Sungai Tigris bukan sekadar bencana lingkungan, melainkan ancaman langsung terhadap kelangsungan hidup dan identitas komunitas kuno tersebut.