Dia mengatakan para korban tergiur dengan iming-iming upah tinggi mulai dari Rp35 juta. Namun pada kenyataannya, mereka harus mengikuti pelatihan (training) selama tiga bulan tanpa gaji dan gaji pertama pun antara Rp3,5 juta sampai Rp6,5 juta.
"Iya (temannya) yang di Myanmar itu, dia sudah kerja di sana, (katanya) kerjanya enak, kerjanya sebagai admin salah satu perusahaan. Jadi korban tergiur dengan iming-iming gaji sebesar Rp35 juta per bulan," ujarnya.
Baca Juga:
Imbas Serangan Udara Junta Militer, 11 Warga Myanmar Tewas
"Faktanya kemarin gajinya itu variasi, ada yang nerima Rp5 juta, ada Rp6,5 juta, itu pun setelah training tiga bulan baru nerima. Kan training dulu untuk mengoperasikan jadi operator itu harus seperti apa, hanya dikasih makan (selama training)," sambungnya.
Setelah tiba di Myanmar, mereka ternyata bekerja sebagai scammer online. Kemudian, saat kabar pengaduan sampai ke atasannya, para korban pun mendapatkan tindakan penyekapan.
"Iya disekap, ketika dia sudah ada yang tahu, bocor ke bosnya informasinya, dia disekap nggak dikasih makan atau hanya dikasih makan satu kali sehari dan itu pun makanan sisa. Memang kasus seperti ini kalau tahu ada pengaduan, ya disekap," ungkapnya.
Baca Juga:
Keluarga WNI Korban Penyiksaan di Myanmar, Diperiksa Bareskrim
Dia mengatakan selama ini proses pemulangan para korban TPPO tidak semudah membalikkan telapak tangan. Terlebih, para korban berada di wilayah konflik.
"(Kenapa sulit dipulangkan) kan negara konflik, sementara KBRI tidak punya kewenangan untuk mengambil warga negaranya ke tempat asal dan juga itu berbahaya sekali karena di sana yang paling berkuasa adalah pemberontak yang mungkin risikonya sangat tinggi, itu menurut keterangan dari Kementerian Luar Negeri, nyawa taruhannya," kata Jejen.
"Tapi dengan berbagai cara karena negara ini harus hadir, bahwa ada kasus seperti ini udah tanggungjawab negara. Berbagai upaya SBMI untuk melakukan penekanan ke pihak terkait ke pemangku kewenangan ini tentunya adalah negara melalui Kemenlu agar mereka dapat kembali dengan selamat," imbuhnya.