Dua pengamat politik Mesir, Abdel Moneim Said dan Mohammed Kamal, menulis dua artikel yang berbeda pada harian terkemuka Mesir, Al Ahram, edisi hari Rabu (1/12/2021), tentang tren menuju Timur Tengah baru saat ini.
Kedua pengamat itu melihat tren rekonsiliasi atau minimal komunikasi antara negara-negara utama di Timur Tengah saat ini sebagai wajah Timur Tengah baru.
Baca Juga:
Ketegangan Meningkat, 2 Tentara Iran Gugur dalam Serangan Israel
Ada tiga faktor yang berandil besar atas lahirnya wajah baru Timur Tengah.
Pertama, pandemi Covid-19 yang melanda Timur Tengah sejak Februari 2020.
Kedua, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) di Al Ula, Arab Saudi, pada Januari 2021 yang membuahkan rekonsiliasi antara Qatar dan kuartet Arab (Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab/UEA, dan Mesir).
Baca Juga:
Usai Serangan Bertubi-tubi Hizbullah, Israel Bombardir Lebanon Selatan
Ketiga, tampilnya Joe Biden sebagai penguasa baru di Gedung Putih pada Januari 2021.
Wajah baru Timur Tengah itu mencerminkan semakin pupusnya faktor ideologi dan memperlihatkan semakin kuatnya arah pragmatisme negara-negara di Timur Tengah dalam menerapkan kebijakan hubungan luar negerinya.
Di antara wajah baru Timur Tengah yang menonjol adalah kunjungan Putra Mahkota Abu Dhabi yang juga penguasa de facto Uni Emirat Arab (UEA), Mohammed bin Zayed (MBZ) ke Ankara, Turki, dan bertemu dengan Presiden Recep Tayyip Erdogan pada 24 November lalu.