WahanaNews.co, Warsawa - Perang berkepanjangan selama 19 bulan antara Rusia dan Ukraina saat ini mulai mempengaruhi negara-negara pendukung pemerintah Ukraina.
NATO, Aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara, mengakui bahwa negara-negara anggota Barat mereka sedang menghadapi kelangkaan amunisi yang dapat diberikan kepada Ukraina dalam perang melawan Rusia.
Baca Juga:
Zelensky: Rusia Bersiap Serang NATO, Polandia dan Lithuania Terancam
Pengakuan ini datang langsung dari pejabat tertinggi NATO, Laksamana Rob Bauer, yang menjabat sebagai ketua komite militer aliansi tersebut, saat berbicara dalam Forum Keamanan di Warsawa, Polandia, pada Selasa (3/10/2023).
Laksamana Rob Bauer secara terbuka menyatakan bahwa kekuatan militer yang telah dikembangkan oleh NATO selama bertahun-tahun mengalami penurunan saat mereka terus memberikan dukungan finansial dan militer kepada Ukraina.
"Kami memerlukan volume produksi senjata yang besar. Meskipun ekonomi liberal telah berkembang selama 30 tahun terakhir, hal ini tidak berlaku untuk angkatan bersenjata ketika berada dalam situasi perang," ujar Laksamana Rob Bauer dalam Forum Keamanan di Warsawa, Polandia, Selasa (3/10/2023).
Baca Juga:
Tanpa Eropa Tak Ada Perdamaian, Para Menlu Sepakat Hadapi Rusia
"Ukraina menembakkan ribuan peluru setiap hari dan sebagian besar berasal dari NATO," lanjutnya.
Ia mencatat, persediaan senjata dan amunisi NATO yang dikirim ke Ukraina telah terlihat dasarnya.
"Kami memberikan sistem senjata dan amunisi kepada Ukraina dan itu bagus, tapi kami tidak mengirimnya dari gudang yang penuh. Kami mengirimnya dari gudang yang setengah penuh atau kurang. Sekarang stok itu sudah habis," lanjutnya, dikutip dari BBC Internasional.
Pernyataan Rob Bauer ini seolah menjadi pukulan telak bagi pemerintah Ukraina yang dipimpin Presiden Volodymyr Zelensky.
Zelensky yang selama berbulan-bulan bergerilya mencari dukungan Barat, sepertinya terancam menghadapi kenyataan kalau negaranya bakal sendirian menghadapi invasi Rusia.
Selama perang 19 bulan ini, Ukraina dilaporkan menerima miliaran dolar AS (ribuan triliun rupiah) dalam bentuk bantuan militer dan kemanusiaan dari negara Barat dalam menghadapi militer Rusia.
Tercatat, empat negara NATO menjadi pendukung terbesar Kiev menghadapi Moskow yang juga dikepung gelombang sanksi ekonomi dari Uni Eropa.
Jerman, yang dilaporkan memberikan bantuan lebih dari USD 2,47 miliar atau sekitar Rp 36,5 triliun (kurs 14.804) untuk Ukraina menurut informasi dari laman Statista.
Polandia, sudah menyumbang lebih dari USD 2,55 miliar atau sekitar Rp 37,68 triliunmerujuk laman Statista.
Inggris, laporan Statista menyebut sudah memberikan lebih dari USD 5,13 miliar atau sekitar Rp 75,8 triliun.
Amerika Serikat, tercatat menjadi negara penyumbang dana terbesar untuk Ukraina dengan total sumbangan mencapai USD 46,56 miliar atau lebih dari Rp 688 triliun.
Forum Keamanan NATO di Polandia Selasa kemarin juga mencatat kalau Inggris juga mengaku sudah semakin kehabisan amunisi untuk diberikan ke Ukraina.
"Meski ada masalah dengan persediaan, bantuan kepada Ukraina harus terus berlanjut hari ini, besok, lusa dan seterusnya hari demi hari, dan untuk ini negara-negara Barat harus meningkatkan produksi amunisi," kata James Hippie, Menteri Angkatan Bersenjata Inggris.
Ia mendesak anggota NATO lainnya untuk menghabiskan 2 persen dari kekayaan nasional mereka untuk pertahanan.
"Jika sekarang kita tidak membelanjakan 2 persen untuk pertahanan, lalu kapan lagi?” tanyanya.
Ia juga mengatakan model “dadakan” pasti tidak akan berhasil ketika Eropa harus siap untuk pertarungan besok.
"Kami tidak bisa berhenti hanya karena persediaan kami terlihat sedikit," kata Jammie Heappey.
“Kita harus menjaga Ukraina tetap berjuang malam ini dan besok, lusa, dan lusa. Jika kita berhenti, Putin tidak akan itu berhenti,” lanjutnya, dikutip dari Ukrainska Pravda.
Melansit Tribunnews, sebelumnya, seorang petinggi militer Inggris membuat pengakuan kalau negaranya sudah kehabisan persenjataan untuk dikirim membantu Ukraina melawan Rusia.
Pejabat senior militer itu menyarankan agar Inggris kini menggunakan cara untuk mendorong negara-negara lain meningkatkan bantuan ke Ukraina.
Pengakuan tu datang dari pejabat senior militer yang tidak mau disebutkan namanya dalam laporan The Telegraph yang dilansir Insider dan RT, Selasa (3/10/2023).
“Kami telah memberikan bantuan sebanyak yang kami mampu… Kami akan terus menyediakan peralatan untuk memenuhi kebutuhan Ukraina, namun yang mereka butuhkan saat ini adalah aset-aset pertahanan udara dan amunisi artileri dan kami sudah kehabisan semua itu," kata pejabat senior militer tersebut.
Kementerian Pertahanan Amerika Serikat (AS) di Pentagon mewant-wanti Kongres kalau mereka tidak memiliki dana yang cukup untuk mengganti senjata yang dikirim ke Ukraina.
Hal ini memicu kekhawatiran tentang kemampuan Washington untuk memasok pasukannya dengan persenjataan ideal secara memadai.
Hal itu merujuk pada laporan Associated Press pada Senin (2/10/2023).
Dalam sebuah surat yang dikirim kepada para pemimpin Kongres dan diperoleh media tersebut, Pentagon meminta anggota parlemen untuk menambah dana untuk Ukraina.
Permintaan tersebut muncul beberapa hari setelah resolusi berkelanjutan (CR) berisi kesepakatan anggaran untuk mencegah penutupan pemerintah federal.
Namun, dalam draft anggaran, tidak berisi dana tambahan untuk Kiev yang diminta oleh Gedung Putih.
“Kami terpaksa memperlambat penambahan pasukan kami untuk melindungi diri dari ketidakpastian pendanaan di masa depan,” tulis Pengawas Keuangan Pentagon MIchael McCord dalam suratnya.
“Kegagalan untuk mengisi kembali layanan militer kita pada waktu yang tepat dapat membahayakan kesiapan militer kita.”
McCord menambahkan bahwa jika permintaan pendanaan tidak dipenuhi, Pentagon mungkin tidak bisa lagi memasok senjata ke Ukraina.
"Pasokan ini dianggap “penting dan mendesak saat ini ketika Rusia bersiap untuk melakukan serangan musim dingin,” tulis AP dilansir RT.
"Saat ini terdapat sisa 1,6 miliar dolar AS dari pendanaan 25,9 miliar dolar AS yang sebelumnya disetujui oleh Kongres untuk menggantikan sumber daya militer AS yang dikirim ke Ukraina," kata McCord kepada para pemimpin DPR dan Senat.
AS memiliki sisa dana sekitar 5,4 miliar dolar AS yang tersedia untuk menyediakan peralatan ke Ukraina dari stok yang ada.
Namun, ada kekhawatiran bahwa Amerika Serikat mungkin akan kehabisan dana jika Pentagon tidak mengkaji ulang penilaan harga beberapa peralatan yang telah dikirim ke Ukraina, yang mengakibatkan alokasi dana sekitar 6,2 miliar dolar AS, termasuk pengiriman senjata dan bantuan lainnya, pada tahun ini.
Presiden AS, Joe Biden, mengatakan bahwa tidak boleh ada gangguan dalam dukungan Amerika terhadap Ukraina, meskipun ada perasaan mendesak untuk bertindak dengan cepat.
Meskipun upaya untuk terus mendanai militer Ukraina mendapat penolakan dari beberapa kelompok garis keras Partai Republik, Ketua DPR, Kevin McCarthy, yang mendukung Kiev dalam perjuangannya melawan Moskow, mengangkat masalah keamanan di perbatasan selatan AS sebagai prioritas yang lebih mendesak.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]