Sejak Jumat pekan lalu, beberapa pemberi pinjaman telah menarik ratusan produk hipotek sebagai tanggapan atas gejolak tersebut.
Capital Economics juga memperkirakan penurunan harga rumah antara 10 persen dan 15 persen bisa menghancurkan pasar.
Baca Juga:
Dari Pajak Digital, Negara Kantongi Rp 6,14 Triliun Hingga September 2024
"Penurunan daya beli yang dihasilkan membuat penurunan harga rumah yang signifikan tak terhindarkan," ujar Andrew Wishart, ekonom senior di Capital Economics.
Wishart mengatakan tingkat bunga 6 persen akan mengurangi hipotek maksimum yang biasanya dimiliki pembeli pertama kali dengan pendapatan tahunan 55 ribu poundsterling atau setara dengan US$59 ribu.
"Lonjakan nilai rumah Inggris selama pandemi dan kenaikan suku bunga hipotek berarti kita menghadapi pukulan yang cukup besar terhadap daya beli rumah tangga selama sisa tahun 2022 dan hingga 2023," ujar Richard Donnell, Direktur Eksekutif di Zoopla, penyedia real estat.
Baca Juga:
Realisasi Penerimaan Pajak DJP Kalbar Capai 56,99 Persen Hingga Agustus 2024
Data Kantor Statistik Nasional menyatakan 36 persen kekayaan rumah tangga disimpan dalam aset properti.
Sementara itu, Samuel Tombs, Kepala Ekonom di Pantheon Macroeconomics Samuel Tombs mengatakan risiko gagal bayar hipotek tengah menghantui Inggris.
"Tunggakan hipotek dan default akan naik seperti harga rumah kemungkinan akan jatuh, menempatkan tekanan besar pada neraca bank," kata Tombs.