Menurut rencana intervensi, keputusan mengenai kapan dan di mana pasukan akan menyerang akan diambil oleh kepala negara dan tidak akan diungkapkan kepada komplotan kudeta. Hal ini diungkapkan oleh Abdel-Fatau Musah, komisioner urusan politik, perdamaian, dan keamanan ECOWAS.
"Semua persiapan yang dibutuhkan untuk intervensi telah diselesaikan, termasuk sumber daya yang diperlukan, serta bagaimana dan kapan pasukan akan dikerahkan," kata Musah saat penutupan pertemuan tiga hari di Abuja, Ibu Kota Nigeria.
Baca Juga:
Soal Isu Khianati Gus Dur, Cak Imin Buka Suara
Keputusan apapun yang diambil oleh ECOWAS berisiko memicu konflik lebih lanjut di salah satu wilayah termiskin di dunia, di mana kelompok terkait dengan ISIS dan al-Qaeda semakin aktif dalam situasi kekacauan.
Belum jelas sejauh mana dukungan yang dimiliki oleh blok ECOWAS. Meskipun Chad bukan bagian dari ECOWAS, Presiden Chad, Mahamat Idriss Déby, berperan dalam upaya mediasi untuk krisis Niger minggu ini dan menyatakan bahwa Chad tidak akan melakukan intervensi militer.
Menteri Pertahanan Chad, Jenderal Daoud Yaya Brahim, mengatakan di televisi nasional pada hari Jumat: "Kami selalu menganjurkan dialog antara warga Niger dan kami tidak akan pernah campur tangan dengan cara militer."
Baca Juga:
Kudeta Guncang Gabon, Kekuasaan 56 Tahun Ali Bongo Berakhir
ECOWAS telah memberlakukan sanksi terhadap Niger dan mengirim delegasi ke ibu kota, Niamey, pada hari Kamis untuk mencari "resolusi damai".
Namun, sumber dalam rombongan delegasi mengatakan bahwa mereka ditolak mentah-mentah oleh junta di Niger.
"Kami berharap diplomasi berhasil, dan kami ingin menyampaikan pesan dengan jelas kepada mereka bahwa kami memberi mereka setiap kesempatan untuk mengubah apa yang telah mereka lakukan," kata Musah.