WAHANANEWS.CO, Jakarta - Gelombang protes antikorupsi di Nepal berubah menjadi tragedi besar dengan sedikitnya 51 orang dilaporkan tewas, mencerminkan skala kekacauan yang mengguncang negeri Himalaya tersebut.
Polisi menyampaikan laporan resmi pada Jumat (12/9/2025), menegaskan bahwa situasi yang bermula dari larangan pemerintah terhadap media sosial, isu korupsi, hingga tata kelola pemerintahan yang buruk telah meledak menjadi kerusuhan nasional.
Baca Juga:
Nepal Bergejolak, 30 Orang Tewas Saat Militer Turun ke Jalan
Aksi massa yang dimulai sejak Senin (8/9/2025) berujung pada bentrokan mematikan antara pengunjuk rasa dan aparat keamanan.
Juru bicara kepolisian, Binod Ghimire, menyebut bahwa dari total korban jiwa, 21 orang adalah pengunjuk rasa dan tiga lainnya anggota kepolisian.
“Sebanyak 51 orang tewas sejauh ini minggu ini dalam protes tersebut,” ujar Ghimire kepada AFP.
Baca Juga:
Viral Video Brutal Nepal: Menteri Keuangan Ditelanjangi, Rumah PM Oli Dibakar
Pada Selasa (9/9/2025), demonstran membakar gedung parlemen yang mempercepat langkah Perdana Menteri KP Sharma Oli untuk mengundurkan diri, sementara tentara turun tangan mengambil alih jalanan dan memberlakukan jam malam guna meredam kerusuhan.
Militer Nepal mengumumkan telah menemukan lebih dari 100 senjata yang dijarah, bahkan sejumlah pengunjuk rasa terlihat mengacungkan senjata otomatis ketika bentrokan berlangsung.
Kekacauan juga dimanfaatkan ribuan narapidana untuk melarikan diri dari penjara di berbagai wilayah.
Menurut keterangan Ghimire, sekitar 13.500 napi kabur dan hanya sebagian kecil yang berhasil ditangkap kembali, sementara 12.533 lainnya masih buron.
Sebagian narapidana tewas ketika berhadapan dengan aparat keamanan, sementara lainnya mencoba menyeberang ke India melalui jalur perbatasan yang terbuka dan rawan.
Pasukan perbatasan India disebut telah menangkap sejumlah pelarian tersebut.
Di tengah situasi ini, perundingan digelar antara presiden, kelompok protes, tokoh politik, dan militer untuk menentukan siapa yang akan memimpin pemerintahan sementara Nepal di tengah krisis politik yang kian dalam.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]