Namun, Kennedy mengatakan ketergantungan Rusia saat ini pada pembiayaan di luar anggaran menciptakan masalah, mendorong inflasi dan kenaikan suku bunga.
Sekarang skema tersebut berisiko memicu krisis sistemik karena suku bunga yang sangat tinggi, masalah likuiditas dan cadangan di bank, dan mekanisme transmisi moneter yang sangat terganggu.
Baca Juga:
Membongkar Fakta-fakta Menarik Bandara Militer Rusia di Dataran Tinggi Guci, Laos
Kennedy menekankan bahwa semakin lama Moskow menunda mengakhiri perang di Ukraina, semakin dekat Rusia akan bergerak menuju keruntuhan perusahaan dan perbankan yang harus ditanggung oleh pemerintah Rusia. Kesulitan-kesulitan ini juga dapat menyebabkan penurunan PDB.
Kennedy berpendapat bahwa sumber daya Barat dapat melampaui kapasitas Rusia untuk mempertahankan perang yang melelahkan melawan Ukraina. Ia menyerukan dukungan berkelanjutan untuk Ukraina dan sanksi yang lebih keras, dan menolak gagasan tentang pencabutan sanksi sebagai imbalan atas gencatan senjata.
"Tantangan pendanaan Moskow akan semakin meningkat dari sini, terutama jika negara-negara koalisi memberlakukan lebih penuh perangkat sanksi energi yang kuat yang mereka miliki," ungkapnya.
Baca Juga:
Luhut: Impor Minyak dari Rusia? Kenapa Tidak, jika Menguntungkan!
Kennedy juga menyebutkan, sanksi terhadap Rusia, dikombinasikan dengan korupsi yang meluas, kekurangan tenaga kerja, biaya perang di Ukraina, dan inefisiensi industri pertahanannya, melemahkan kemampuan Federasi Rusia untuk mempertahankan sektor pertahanan dan stabilitas ekonominya.
Sebelumnya Bloomberg mengabarkan Rusia akan menganggarkan dana perang sebesar 142 miliar dolar AS pada 2025 mendatang.
Tahun ini, Vladimir Putin menggelontorkan uang sebesar 112 miliar dolar AS, atau naik besesar 27 persen sebagai dana perang.