WahanaNews.co, Jakarta - Bursa Israel atau Bursa Efek Tel Aviv mencatat banyak investor yang melakukan short selling sebelum perang dimulai oleh Hamas pada 7 Oktober 2023 lalu. Kemudian, saat harga saham anjlok, investor diprediksi mendapatkan keuntungan yang signifikan.
Short selling adalah suatu instrumen di mana seseorang menjual saham yang belum dimiliki oleh si investor.
Baca Juga:
Citra Satelit Ungkap Serangan Rudal Iran Hantam 3 Bangunan di Pangkalan Udara Israel
Short selling juga sering disebut sebagai jual kosong karena investor melakukan transaksi tanpa memiliki saham. Ini adalah strategi perdagangan saham yang dilakukan dengan berspekulasi pada penurunan harga saham.
Investor yang melakukan aktivitas itu bertujuan mengambil untung dari penurunan nilai saham.
Peluangnya dia bisa menjual saham yang dipinjam itu di level tinggi, jika saham itu kemudian harganya turun dia mendapat untung karena membelinya kembali di level rendah.
Baca Juga:
Rudal Balistik Houthi Gempur Tel Aviv, Bantu Hizbullah Perangi Israel
Namun, bagi Bursa Efek Tel Aviv (TASE) potensi keuntungan yang didapatkan investor yang melakukan short sell tidak sebesar yang diperkirakan oleh penelitian dari luar bursa.
Kepala Perdagangan Bursa Efek Tel Aviv Yaniv Pagot mengatakan dengan contoh short sell yang dilakukan oleh investor Leumi (LUMI.TA), bank terbesar Israel.
Tercatat bahwa ada 4,5 juta saham yang dijual. Pontensi keuntungannya diperkirakan 32 juta shekel atau setara Rp 132 miliar (kurs Rp 4.155).
"Saya tidak melihat data yang mendekati apa yang mereka tulis di koran," kata Pagot dikutip dari Reuters, Rabu (6/12/2023).
Sementara penelitian yang dilakukan oleh profesor hukum Robert Jackson Jr. dari New York University dan Joshua Mitts dari Columbia University mengungkap short selling yang dilakukan para investor kala itu mengalahkan momen ketika krisis keuangan tahun 2008 dan pandemi COVID-19.
Hasil penelitiannya, pada investor di Leumi (LUMI.TA), bank terbesar Israel, ada 4,43 juta lembar saham yang dijual selama periode 14 September hingga 5 Oktober menghasilkan keuntungan sebesar 3,2 miliar shekel (US$ 859 juta) atau setara Rp 13 triliun (kurs Rp 4.155).
Sebagai informasi, short selling sendiri merupakan aktivitas pinjam meminjam saham. Investor bisa meminjam saham untuk dijual, kemudian berjanji untuk membelinya kembali di kemudian hari.
[Redaktur: Sandy]