WahanaNews.co | Gerilyawan Palestina dilaporkan meluncurkan roket dari Jalur Gaza ke Israel pada Sabtu (3/12).
Militer Israel menuturkan insiden itu tidak menimbulkan korban, namun terjadi ketika gelombang kekerasan terus meningkat di Tepi Barat dalam beberapa waktu terakhir.
Sampai saat ini, tak ada klaim langsung atas serangan tersebut, yang pertama dalam sebulan menurut tentara.
Baca Juga:
Perkumpulan Tahanan Palestina: 61 Jurnalis Ditahan di Penjara Israel Sejak Agresi
Namun, salah satu faksi bersenjata besar di Gaza, Jihad Islam, mengancam akan melancarkan serangan sebagai balasan pasukan Israel membunuh dua pemimpinnya di kota Jenin, Tepi Barat, baru-baru ini.
Saksi mata mengatakan tentara Israel dengan cepat membalas serangan roket itu dengan menembaki dua pos pengamatan di timur Jalur Gaza. Dua pos milisi itu dioperasikan oleh Hamas, faksi besar yang menguasai Jalur Gaza.
Serangan roket itu terjadi ketika gelombang pertumpahan darah di Tepi Barat yang diduduki memicu kecaman internasional terhadap tentara Israel karena menggunakan kekuatan mematikan terhadap warga sipil Palestina.
Baca Juga:
Usai Puluhan Tentara Ogah Balik Perang ke Gaza, Israel Kalang Kabut
Aparat Israel kembali dihujani kecaman dan kritik setelah pembunuhan Ammar Hadi Mufleh, 22, dalam sengketa di kota Huwara, tepat di selatan Nablus, pada Jumat pekan ini.
Utusan perdamaian PBB untuk Timur Tengah, Tor Wennesland, mengatakan dia merasa "ngeri" dengan pembunuhan itu "selama perkelahian dengan seorang tentara Israel".
Sementara itu, Uni Eropa mengatakan "sangat prihatin dengan meningkatnya tingkat kekerasan" yang telah menyebabkan 10 warga Palestina dibunuh oleh pasukan keamanan Israel dalam beberapa hari terakhir.
"Fakta yang tidak dapat diterima seperti itu harus diselidiki dan harus ada pertanggungjawaban penuh," kata kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Joseph Borell seperti dikutip AFP.
"Di bawah hukum internasional, kekuatan mematikan hanya dibenarkan dalam situasi di mana terdapat ancaman yang serius dan mengancam jiwa".
Menurut versi peristiwa Israel, Mufleh mencoba membuka paksa pintu mobil dua warga Israel sebelum menikam seorang polisi perbatasan.
Seorang perwira polisi perbatasan senior kemudian menembak mati Mufleh, mengatakan bahwa warga Palestina itu telah merebut senjatanya.
Sementara itu, pejabat kota Palestina Wajeh Odeh mengatakan kepada AFP bahwa penembakan itu terjadi setelah "pertengkaran" terjadi.
"Seorang tentara Israel mendorong orang Palestina itu ke lantai dan menembaknya dari jarak sangat dekat," kata Odeh.
Kementerian Luar Negeri Israel menanggapi dengan marah kritik tersebut.
"Reaksi ini adalah distorsi total dari kenyataan," kicauannya di Twitter dalam bahasa Inggris. "Ini BUKAN 'perkelahian' -ini adalah serangan teror!"
Perdana Menteri Israel Yair Lapid mengatakan dia sepenuhnya mendukung keputusan petugas polisi perbatasan untuk melepaskan tembakan "untuk menyelamatkan nyawa".
"Pasukan keamanan kami akan terus bertindak tegas melawan terorisme," katanya.
Sedikitnya 145 warga Palestina dan 26 warga Israel tewas dalam kekerasan di Israel dan Tepi Barat sepanjang 2022, termasuk di Yerusalem timur. Jumlah korban ini merupakan yang terbanyak sejak 2015. [rds]