ABC menyinggung soal perintah Trump yang pernah menerjunkan militer di Washington dan kota lain sebagai salah satu tanda otoritarianisme.
Mengutip buku How Democracies Die karya Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt dari Harvard, disebutkan bahwa otoritarianisme tercermin ketika seorang politisi menolak aturan demokrasi, menoleransi atau mendorong kekerasan, menolak legitimasi lawan, dan berusaha membatasi kebebasan sipil, termasuk media.
Baca Juga:
Pesan Digital dan Jejak Discord Ungkap Rencana Pembunuhan Charlie Kirk
WAHANANEWS.CO, Jakarta - The Guardian juga menyoroti bahwa banyak diktator modern berusaha menyembunyikan kecenderungan mereka, tetapi Trump justru tampak terang-terangan.
Profesor sosiologi Universitas Princeton, Kim Lane Scheppele, membandingkan Trump dengan pemimpin lain seperti Vladimir Putin dari Rusia, Viktor Orban dari Hongaria, dan Recep Tayyip Erdogan dari Turki yang berusaha menghindari citra diktator abad ke-20.
"Jika Anda membayangkan diktator sebagai, Anda tahu, tank-tank di jalanan dan sejumlah besar personel militer memberi hormat kepada pemimpin, dan poster-poster besar pemimpin yang terpasang di gedung-gedung nasional, semua hal itu mengingatkan semua orang pada Jerman di bawah Hitler, Rusia di bawah Stalin, dan sebagainya, serta Italia di bawah Mussolini," ujarnya.
Baca Juga:
Presiden Ukraina Minta Trump Dukung Paket Sanksi Baru untuk Rusia
Namun, menurut Scheppele, Trump seakan tak peduli dengan label tersebut.
Meski pernah menegaskan dirinya bukan diktator, Trump pada akhir Agustus justru melontarkan pernyataan yang mengejutkan. Ia menyebut, “mungkin negeri ini memang menginginkan seorang diktator.”
“Banyak orang berkata, ‘Mungkin kami ingin seorang diktator,’” ujar Trump.