WAHANANEWS.CO, Jakarta - Ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran kembali memuncak setelah Presiden AS Donald Trump mengklaim serangan udara negaranya menghantam dan merusak fasilitas nuklir Iran secara masif.
Klaim ini sontak memicu bantahan keras dari pejabat Iran yang menuduh Trump menyebarkan kebohongan besar ke publik dunia.
Baca Juga:
Bikin Dunia Tegang, Trump Bilang Minggu Depan Jadi Penentu Nasib Perang Iran-Israel
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan bahwa serangan militer AS telah menyebabkan kehancuran besar-besaran terhadap infrastruktur nuklir Iran.
Dalam unggahan di platform Truth Social pada Senin (23/6/2025), Trump menulis bahwa kerusakan yang ditimbulkan tidak main-main.
"Kerusakan monumental terjadi di semua situs nuklir di Iran, seperti yang ditunjukkan oleh citra satelit. Pemusnahan adalah istilah yang akurat!" ujarnya.
Baca Juga:
Trump Ogah Tanggung Jawab atas Serangan Israel, Tapi Siap Gempur Iran
Trump juga mengklaim bahwa target utama berada jauh di bawah tanah dan berhasil dihantam tepat sasaran.
"Kerusakan terbesar terjadi jauh di bawah permukaan tanah. Tepat sasaran!!!" lanjut Trump.
Iran sendiri belum secara terbuka merinci kerusakan yang terjadi. Namun citra satelit dari lokasi strategis Fordow, salah satu pusat nuklir paling dijaga Iran, menunjukkan tanda-tanda kerusakan di tiga titik: dua kawah yang diyakini akibat bom penghancur bunker, dan kerusakan pada sistem pertahanan udara yang berfungsi melindungi reaktor nuklir.
Sementara itu, pemerintah Iran langsung membantah keras klaim Trump. Anggota parlemen Iran dari wilayah Qow, Manan Raisi, menyebut pernyataan Trump sebagai kebohongan total.
"Berdasarkan informasi yang akurat, saya nyatakan bahwa klaim presiden AS yang suka berbohong itu bertentangan dengan fakta sebenarnya. Fasilitas nuklir Fordow tidak mengalami kerusakan serius dan sebagian besar kerusakan hanya terjadi di tanah, yang dapat dipulihkan," tegas Raisi seperti dikutip kantor berita Tasnim.
Raisi menambahkan bahwa serangan ke Fordow bersifat dangkal dan tidak menimbulkan dampak signifikan terhadap operasi fasilitas nuklir bawah tanah tersebut.
Ketegangan geopolitik ini semakin menambah kekhawatiran akan potensi eskalasi militer yang lebih besar di kawasan, terutama jika kedua pihak terus mempertahankan narasi bertolak belakang soal dampak serangan ini.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]