WahanaNews.co, Jakarta - Badan Pengungsi PBB di Palestina (UNRWA) menjadi sorotan setelah Israel menuding unit tersebut terlibat dalam serangan pada 7 Oktober.
Amerika Serikat, sebagai negara sekutu dekat Israel, kemudian merespons dengan menyetop bantuan dana ke UNRWA. Langkah ini diikuti oleh Inggris, Australia, hingga Jepang.
Baca Juga:
9 Staf UNRWA Dipecat PBB, Atas Dugaan Terlibat Serangan Hamas ke Israel
Tuduhan Israel dan penangguhan bantuan ini turut memperkeruh situasi Palestina saat sedang krisis dan agresi yang masih berlangsung.
Terlepas dari itu, kenapa Israel ingin menargetkan UNRWA?
Jurnalis dan aktivis pro Palestina dari Kanada, Michael Bueckert, menilai aksi Israel kali ini tak lepas dari putusan Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ).
Baca Juga:
AS Desak Israel Investigasi Serangan Udara Mematikan di Kamp Pengungsi Rafah, Palestina
Setelah Afrika Selatan menggugat Israel atas tuduhan genosida di Jalur Gaza ke ICJ pada Desember lalu, mahkamah internasional itu tengah menyidangkan kasus ini.
Dalam sidang terbaru Jumat lalu, ICJ memutuskan menerapkan langkah darurat yakni mengeluarkan perintah kepada Israel untuk menghentikan agresi secepatnya. Ini bukan akhir dari putusan ICJ, melainkan langkah sementara yang diambil pengadilan tertinggi di PBB itu sembari melangsungkan penyelidikan dan persidangan lebih lanjut.
Tak lama dari putusan sementara ICJ tersebut, Israel mengeluarkan laporan berisikan klaim bahwa sejumlah staf UNRWA kedapatan membantu milisi Hamas melancarkan serangan ke negaranya pada 7 Oktober lalu.
Serangan Hamas itu pun menjadi pematik agresi brutal Israel ke Jalur Gaza Palestina hingga hari ini telah menewaskan lebih dari 26.500 warga Palestina.
"Mustahil tak melihat ini sebagai tindakan balas dendam terkoordinasi terhadap Palestina dan PBB atas keputusan ICJ," kata dia di X.
Di hari yang sama saat ICJ memutuskan warga Palestina mempunyai hak untuk dilindungi dari genosida, negara-negara Barat bekerja sama melakukan langkah lain.
"Barat berkolusi dengan membuat para korban kelaparan. Kebobrokan terlihat," lanjut Bueckert.
Pekan lalu, Mahkamah Internasional memerintahkan pemerintah Zionis berhenti melakukan genosida di Palestina.
Pengadilan itu juga meminta Israel menghukum pihak yang terlibat atau memprovokasi untuk genosida.
UNRWA di mata Israel adalah organisasi yang dianggap menghalangi tujuan mereka. Sejumlah pejabat bahkan secara terang-terangan ingin menghancurkan badan ini.
Tak lama usai Barat menyetop dana ke UNRWA, Menteri Luar Negeri Israel Israel Katz menyerukan penghentian keterlibatan badan ini di Gaza.
"Kami telah memperingatkan selama bertahun-tahun: UNRWA melanggengkan masalah pengungsi, menghalangi perdamaian, dan berfungsi sebagai sayap sipil Hamas di Gaza," kata Katz.
Katz juga menegaskan UNRWA tak boleh mendapat tempat di masa depan.
Tak hanya Menlu, Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich juga mengatakan negara itu yang akan mengontrol Gaza pasca perang, bukan UNRWA.
Israel memandang kehancuran atau penangguhan bantuan ke UNRWA sebagai kunci dari perang saat ini di wilayah kantong Palestina.
Eks pejabat Israel, Noga Arbel, juga menyampaikan komentar serupa. Dia mengatakan ancaman utama negara Zionis itu adalah UNRWA.
"Tak mungkin memenangkan perang ini, jika kita tak menghancurkan UNRWA," ujar Arbel.
Lebih lanjut, Arbel mengatakan agresi Israel ke Palestina saat ini adalah kesempatan mengirim UNRWA "ke neraka" dan menghentikan mereka "melahirkan teroris."
UNRWA merupakan salah satu sedikit dari organisasi di Palestina yang tak dikontrol Israel.
New Arab menafsirkan ungkapan para pejabat itu sebagai usaha Israel menyingkirkn UNRWA. Sebab, selama ini badan PBB tersebut mengizinkan warga Palestina hidup dan berkembang biak.
Upaya penghancuran Israel ke UNRWA bukan kali pertama. Selama agresi, mereka menghancurkan sejumlah fasilitas unit PBB ini.
UNRWA juga mencatat sebanyak 150 staf tewas karena serangan Israel di Palestina sejak 7 Oktober.
Keinginan Israel menguasai Palestina sempat terlontar dari Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Pekan lalu, Netanyahu menegaskan Israel harus mempertahankan kontrol keamanan Gaza dan memastikan tak ada apapun yang mengancam negara itu.
Dia juga menolak pembentukan negara Palestina dan solusi dua negara.
Solusi dua negara merupakan kerangka yang disepakati komunitas internasional untuk membentuk dua negara damai yang saling berdampingan, saling menghormati, dan mengakui kedaulatan.
[Redaktur: Sandy]