WahanaNews.co | Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN-RI) buka suara terkait kasus gangguan ginjal misterius pada anak yang saat ini terus meningkat di Indonesia.
Dikutip dari keterangan resmi, Wakil Ketua BPKN RI, M. Mufti Mubarok mengatakan, berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) per tanggal 18 Oktober 2022 menyebutkan 206 anak mengidap gangguan ginjal akut progresif atipikal atau Acute Kidney Injury (AKI).
Baca Juga:
Demi Penguatan dan Kemandirian Konsumen, ALPERKLINAS Desak Pemerintah Segera Sempurnakan dan Sahkan Revisi UUPK
“Dari jumlah tersebut, jumlah kematian mencapai 99 anak, dimana angka kematian pasien yang dirawat di RSCM mencapai 65 persen. Meski pemerintah telah melarang peredaran obat sirup yang mengandung cemaran Etilen glikol dan Dietilen Glikol (DEG),” terangnya, Jumat (21/10/2022).
M. Mufti Mubarok menegaskan BPKN menekankan agar peredaran obat sirup di stop dan para korban diberikan ganti rugi. Juga akan memperhatikan secara serius terkait tanggung jawab pelaku usaha selaku produsen dan distributor.
“Meskipun kemenkes telah mengeluarkan himbauan untuk menyetop semua penggunaan dan peredaran obat sirup anak yang diduga mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG), namun kerugian masyarakat yang telah membeli dan mengkonsumsi apalagi yang menjadi korban harus tetap mendapatkan pertanggungjawaban dari pihak terkait,"
Baca Juga:
Stop Sementara Peredaran Shine Muscat, BPKN: Prioritaskan Keselamatan Konsumen
"Mulai dari produksi hingga ketika obat tersebut diizinkan untuk dijual dan dikonsumsi masyarakat baik yang termasuk obat bebas maupun yang harus melalui resep dokter, ” terang M Mufti Mubarok.
Mufti menambahkan agar Kemenkes dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kedepan harus lebih ketat melakukan pengawasan peredaran obat.
“Tindakan itu dinilai perlu dilakukan sebagai tindak lanjut dari 131 anak yang dilaporkan alami gangguan ginjal akut misterius di 14 provinsi Indonesia,” tambahnya.
M Mufti Mubarok juga mengatakan, selain himbauan untuk masyarakat berhenti membeli dan mengkonsumsi, pemerintah juga harus memastikan seluruh apotik untuk benar-benar menyetop penjualan obat sirup kepada masyarakat.
“Pembiayaan bagi korban yang saat ini dirawat maupun yang meninggal agar menjadi tanggungjawab pemerintah atau jika telah dapat diidentifikasi secara pasti, maka pihak pelaku usaha juga harus bertanggungjawab,” tutup Mufti. [tum]