WahanaNews.co | Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kasus penyakit jantung koroner (PJK) meningkat dengan cepat.
Kini, penyakit jantung koroner tak hanya dialami oleh lansia tapi sudah bergeser menyerang kelompok usia produktif.
Baca Juga:
Bahayakan Kesehatan, BPKN: Waspadai AMDK dengan Bromat Melebihi Batas Aman
Jantung merupakan organ vital yang berfungsi memompa darah ke seluruh tubuh supaya nutrisi dan oksigen dapat diserap oleh tubuh.
Jantung memiliki pembuluh darah koroner sebagai pembuluh darah utama yang bertugas mendistribusikan oksigen dan nutrisi ke organ jantung.
Seiring bertambahnya usia, tingkat elastisitas pembuluh darah koroner akan semakin menurun akibat plak aterosklerosis.
Baca Juga:
Penyakit Mpox Jadi Darurat Kesehatan Global, Kenali Cara Penularannya
Adanya plak aterosklerosis ini menyebabkan terjadinya penyempitan pembuluh darah jantung koroner yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kinerja jantung.
Plak juga dapat timbul akibat timbunan lemak. Kondisi tersebut biasanya menjadi penyebab utama penyakit jantung yang paling umum, yaitu penyakit jantung koroner.
Spesialis jantung dan pembuluh darah Yahya Berkahanto Juwana dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menjelaskan penyakit jantung koroner adalah gangguan kesehatan akibat penyempitan atau tersumbatnya pembuluh darah arteri koroner oleh plak aterosklerosis dari timbunan lemak, kalsium, maupun akibat degeneratif atau proses penuaan.
Tersumbatnya aliran darah ke otot jantung ini akan mengakibatkan kerusakan otot-otot jantung, yang menyebabkan gangguan pompa jantung (gagal jantung) dan kematian.
Berdasarkan data WHO, penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyakit tidak menular penyebab kematian tertinggi di dunia.
Pada 2015 saja tercatat lebih dari 7 juta orang meninggal karena penyakit jantung koroner. Sedangkan di Indonesia, lebih dari 2 juta orang diketahui mengidap penyakit ini pada 2013.
Dari jumlah tersebut, penyakit jantung koroner lebih sering terjadi pada usia lebih dari 40 tahun.
Faktor penyebab penyakit jantung koroner cukup banyak. Meski demikian, penelitian menunjukkan tekanan darah tinggi, kolesterol dan trigliserida tinggi, diabetes, kegemukan, kebiasaan merokok, serta peradangan pada pembuluh darah merupakan faktor utama yang mencederai dinding arteri.
Saat arteri rusak, plak akan lebih mudah terjadi dan menyebabkan penebalan atau penyempitan.
Beberapa keadaan atau penyakit lain yang merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner meliputi genetik, gaya hidup malas bergerak, konsumsi alkohol berlebihan, dan stres akibat kesibukan.
Konsultan kardiologi intervensi di RS Pondok Indah itu menjelaskan tanda-tanda dan gejala penyakit ini.
Kurangnya oksigen yang dialirkan ke otot jantung akibat penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah koroner menimbulkan rasa sakit di dada bagian tengah kiri (angina pectoris).
Rasa sakit tersebut biasanya timbul saat beraktivitas dan berkurang saat beristirahat.
Pada penderita berusia lanjut atau lebih dari 65 tahun, keluhan nyeri dada ini sering tidak jelas atau tersamarkan, seperti masuk angin.
Apabila mulai merasakan nyeri dada, ringan sampai berat, sebaiknya segeralah periksakan diri ke dokter spesialis jantung dan pembuluh darah.
Apalagi jika nyeri ini sudah menjalar ke leher, rahang, bahu, tangan sisi kiri, punggung, atau perut sisi kiri.
Nyeri dada disebut angina dan dapat bertahan selama beberapa menit. Jika plak belum menyumbat arteri koroner secara menyeluruh, angina dapat mereda dengan sendirinya.
Keluhan seperti sering berkeringat dingin, mual, muntah, atau mudah lelah juga menjadi gejala yang perlu diwaspadai.
Terlebih jika ditemukan kondisi irama denyut jantung yang tidak stabil atau aritmia. Apabila tidak ditangani dengan segera, hal ini dapat menyebabkan henti jantung.
Secara umum, gejala serangan jantung dapat disimpulkan berupa rasa tertekan serasa ditimpa beban, sakit, terjepit, dan terbakar, yang menyebabkan sesak di dada dan tercekik di leher, rasa sakit dapat menjalar ke lengan kiri, leher, dan punggung. Hal itu dapat berlangsung sekitar 15-20 menit dan terjadi secara terus-menerus.
Gejala lain adalah timbul keringat dingin, tubuh lemah dan jantung berdebar, selanjutnya pingsan.
Rasa sakit tersebut dapat berkurang dengan istirahat, tetapi bertambah berat jika beraktivitas.
Pada penderita diabetes, berdasarkan penelitian dari MiDas (di Milan Italia, pada 2006), hampir 52 persen penderita PJK tidak mengalami keluhan nyeri dada atau sering disebut silent ischemia.
Meski demikian, deteksi awal dan penanganan cepat saat serangan jantung terjadi akan memberikan manfaat pencegahan dari bahaya kematian dan kegagalan pompa jantung di kemudian hari.
Bagi penderita penyakit jantung koroner, serangan jantung yang tiba-tiba muncul karena pembuluh darah tersumbat dapat menjadi momok yang cukup mengerikan.
Pemasangan ring jantung disertai perubahan gaya hidup lebih sehat mampu mengurangi risiko terburuk di masa datang. [jat]