WahanaNews.co | Pascadicabutnya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), Indonesia memasuki masa transisi dari pandemi menuju endemi. Namun, kesehatan harus tetap menjadi perhatian bagi semua orang.
Sebab gelombang Covid-19 yang melanda Indonesia dan dunia telah menyebabkan masalah kesehatan yang berdampak pada seluruh sektor, salah satunya ketahanan pangan dan status gizi jutaan orang di seluruh dunia.
Baca Juga:
Basuki: Penundaan Kenaikan Tarif Tol Akibat Pandemi, Tak Selalu Salah Pemerintah
Padahal gizi merupakan salah satu faktor penting yang diperlukan untuk menjaga imunitas tubuh dari penyakit.
Menurut Spesialis Gizi Klinik, dr. Olivia Charissa, M. Gizi, Sp.GK, masalah gizi tersebut dapat meningkatkan kerentanan terhadap penyakit, khususnya risiko terjadinya penyakit tidak menular.
Terlebih pemberlakuan PPKM dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) juga telah mengakibatkan perubahan perilaku dan pola konsumsi masyarakat.
Baca Juga:
Sri Mulyani Sampaikan Perkembangan Perekonomian Indonesia 10 Tahun Terakhir
"PPKM dan PSBB telah membuat perubahan perilaku, terjadi peningkatan konsumsi makanan siap saji, dan pengurangan konsumsi makanan bergizi, termasuk buah dan sayuran segar," jelas dr. Olivia dalam seminar bertema 'Gizi dan Kesehatan Perempuan di Masa Transisi Pasca Pandemi COVID-19 yang digelar Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), Rabu (11/01/2022).
Lebih lanjut dr. Olivia menjelaskan jika masalah kesehatan dan gizi pada anak dan remaja tidak teratasi dengan tepat, maka selain mengurangi imunitas juga akan mempengaruhi kualitas hidupnya pada usia produktif dan usia selanjutnya.
Selain masalah gizi, pada seminar yang digelar berkat kerja sama Universitas Moestopo dan RS Graha Kedoya dengan moderator dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), Kesi Yovana, M.Si. juga menyoroti kelompok perempuan yang paling banyak berhadapan dengan masalah-masalah selama pandemi.
Kelompok perempuan menurut Women's Health General Practitioner (GP) di The Jean Hailes Women's Health Medical Centre Melbourne, Australia, dr. Cely Goeltom dinilai lebih rentan secara emosi dikarenakan beberapa faktor, salah satunya terkait kesehatan fisik dan mental yang cukup berat.
"Secara biologis, perempuan mengalami dinamika hormonal yang jauh lebih stres daripada laki-laki. Tidak hanya itu, faktor psikologis dan sosiologis menjadi titik rendah kelompok perempuan sehingga perempuan lebih banyak mengalami peningkatan stres dan kecemasan," papar dr. Cely.
Apalagi, selama pandemi Covid-19 akses layanan kesehatan reproduksi berkurang. Sosialisasi dan penyuluhan kesehatan selama penerapan sosial distancing pun otomatis terbatasi.
"Pada masa transisi inilah titik awal baru dimana kita semua harus mulai memperhatikan faktor kesehatan. Dengan tubuh yang sehat, maka diharapkan kekuatan imunitas bertambah yang pada akhirnya membuat kita dijauhkan dari penyakit," lugasnya.
Di sisi lain, Wakil Rektor III Universitas Moestopo, Dr. Ryantori, menjelaskan jika digelarnya seminar kesehatan dan pemeriksaan kesehatan kali ini menjadi bukti bahwa Universitas Moestopo merupakan kampus kolaboratif yang berusaha bekerja sama dengan berbagai pihak demi kemajuan pendidikan, khususnya pendidikan tinggi.
Seminar ini juga menjadi salah satu acara yang merupakan rangkaian demi menyambut Wisuda 2023 dan Dies Natalis Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) ke-62 tahun, yang rencananya akan digelar pada 19 Januari.
Wisuda yang mengangkat tema 'Bersama Membangun Persatuan Bangsa Melalui Pendidikan Unggul' ini menurut Dr. Ryantori merupakan salah satu wisuda penting setelah Covid-19 dan menjadi penanda sektor pendidikan sudah mulai berjalan normal. [rna]