"Umumnya setelah dirawat, dia harus minum terus obat anti koagulannya itu. Biasanyanya beberapa minggu ke depan, hampir 3 bulan. Nah ini kalau tidak terdeteksi, dampaknya panjang. Itu yang saya sebut long Covid dan akhirnya berdampak menurunkan kualitas," papar Dicky.
Tak hanya pasien terjangkit Omicron, Data dari rumah sakit center menunjukkan bahwa pasien Covid-19 hampir 80 hingga 90 persen mengalami gangguan koagulasi. Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Agus Dwi Susanto mengatakan koagulasi menjadi salah satu penyebab pasien Covid-19 meninggal dunia.
Baca Juga:
Kenali Perbedaan Varian Covid EG.5, Delta dan Omicron
Menurut Agus, Covid-19 menyerang organ-organ penting pada tubuh manusia. Penularan bermula saat menusia terpapar virus Sars-Cov2 melalui droplet. Virus tersebut kemudian masuk ke dalam tubuh dan menempel pada reseptor ACE2.
"Nah, ACE2 ini banyak di epitel napas, paru, bahkan di pembuluh darah, jatung dan reseptor otak, ginjal, saluran pencernaan juga ada," jelasnya.
Mayoritas Covid-19 menyerang saluran napas bawah dan paru manusia. Namun pada kasus tertentu, Covid-19 bisa menyerang reseptor pada bagian tubuh lain.
Baca Juga:
Muncul Varian Covid-19 di Denmark dan Inggris, Masyarakat Diminta Waspada
Ketika Covid-19 menempel pada saluran napas bawah dan paru, maka terjadi inflamasi atau radang kronik. Karena virus tersebut merusak paru.
"Di paru terjadi lah namanya pneumonia, radang paru ini menyebabkan terjadinya oksigen tidak bisa masuk," kata Agus.
Setelah oksigen tidak bisa masuk ke dalam paru, pembuluh darah mengalami kerusakan. Kerusakan pembuluh darah bisa berujung pembekuan darah atau koagulasi.