WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pemerintah tengah menyiapkan perubahan besar dalam sistem rujukan layanan kesehatan nasional dengan menghapus mekanisme rujukan berjenjang dan menggantinya dengan sistem rujukan berbasis kompetensi.
Melalui skema baru ini, peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dapat langsung menuju rumah sakit yang memiliki kemampuan sesuai kondisi medis yang dialami, tanpa harus melalui rujukan berlapis seperti sebelumnya.
Baca Juga:
Gabriel Lele Tekankan Co-Planning sebagai Arah Baru Kolaborasi Paguyuban PANRB
Direktur Pelayanan Klinis Kementerian Kesehatan, Obrin Parulian, menjelaskan bahwa transformasi ini dirancang untuk mempercepat proses pelayanan sekaligus meningkatkan kepastian klinis bagi pasien.
Ia menegaskan bahwa arah rujukan kini sepenuhnya mempertimbangkan kebutuhan pasien dan kualitas layanan di fasilitas kesehatan.
“Singkatnya peserta JKN ini kondisi medisnya apa, kebutuhannya apa, itu kita fasiitasi lewat sistem Satu Sehat rujukan yang dibangun. Nanti dia akan dirujuk ke Faskes (fasilitas kesehatan) yang kompeten sesuai kondisi klinis dan kebutuhan medisnya," ujar Obrin dalam pernyataan tertulis, dikutip dari rilis Kementerian Kesehatan, Minggu (23/11/2025).
Baca Juga:
PLN Perkuat Posisi Indonesia di Pasar Karbon Global Lewat Dua Kerja Sama Strategis di COP30
Selama bertahun-tahun, sistem rujukan bertingkat kerap menyebabkan pasien harus berpindah dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain karena keterbatasan layanan, sehingga memperpanjang waktu penanganan.
Selain memperlambat akses, pola tersebut juga meningkatkan risiko perburukan kondisi pasien dan membuat pembiayaan layanan menjadi kurang efisien.
Dalam mekanisme terbaru, dokter perujuk akan memasukkan diagnosis, hasil pemeriksaan, serta kebutuhan tindakan medis ke dalam platform SatuSehat Rujukan.
Sistem ini kemudian secara otomatis mengarahkan pasien ke rumah sakit yang memiliki kompetensi dan sumber daya paling sesuai dengan kebutuhan medisnya.
Jika rumah sakit yang dituju telah mencapai kapasitas maksimal, sistem akan memberikan alternatif fasilitas lain dengan kemampuan setara atau lebih tinggi.
Dengan demikian, proses rujukan menjadi lebih cepat, tepat, dan minim hambatan administratif.
Pembenahan tersebut didukung oleh integrasi teknologi geotagging serta data keterisian tempat tidur melalui SIRANAP.
Dengan adanya sistem ini, rujukan dapat dilakukan secara lebih transparan, akurat, dan efisien berbasis data yang diperbarui secara real-time.
Di sisi lain, Kementerian Kesehatan juga mempercepat implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) di seluruh rumah sakit untuk memastikan pemerataan kualitas layanan.
Direktur Tata Kelola Pelayanan Kesehatan Rujukan, Ockti Palupi, mengungkap bahwa saat ini hanya 5,5 persen rumah sakit yang masih berkategori merah atau oranye dalam pemenuhan standar KRIS.
Ia menyebutkan, sejumlah komponen masih menjadi kendala utama pemenuhan KRIS, di antaranya ketersediaan nurse call, outlet oksigen, tirai nonpori, serta kamar mandi yang aksesibel bagi pasien.
Semua fasilitas ini wajib dipenuhi untuk memberikan layanan rawat inap yang aman dan setara bagi seluruh peserta JKN.
Kepala Pusat Pembiayaan Kesehatan Kemenkes, Ahmad Irsan, menambahkan bahwa perubahan sistem rujukan ini berpotensi meningkatkan efisiensi penggunaan dana jaminan kesehatan.
Menurutnya, perpindahan pasien antar fasilitas kesehatan diprediksi menurun drastis sehingga pembiayaan menjadi lebih terkendali.
Simulasi internal menunjukkan adanya kemungkinan kenaikan biaya jaminan berkisar 0,64 hingga 1,69 persen.
Namun ia memastikan bahwa kondisi dana jaminan masih berada dalam kategori aman dan dapat mengakomodasi perubahan sistem tersebut.
Pemerintah menargetkan implementasi penuh rujukan berbasis kompetensi dapat diberlakukan pada awal 2026.
Saat ini, Kemenkes masih menyelesaikan standardisasi layanan serta kriteria rujukan sebagai bagian dari persiapan menuju pelaksanaan resmi.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]