“Misalnya heatstroke bisa mengurangi nafsu makan pada anak,” ungkapnya.
Jika tidak ditangani dengan tepat, kondisi tersebut bisa berujung pada kekurangan nutrisi dalam jangka panjang.
Baca Juga:
Studi Ungkap 10% Orang Terkaya Dunia Jadi Biang Kerok Krisis Iklim Ekstrem
Selain itu, bencana alam yang diperparah oleh perubahan iklim, seperti banjir, turut memperburuk kondisi kesehatan anak-anak.
Dalam situasi seperti ini, akses terhadap air bersih menjadi terbatas, meningkatkan risiko penyakit seperti diare yang dapat berkontribusi pada gangguan gizi.
“Jika terjadi bencana alam seperti banjir, air bersih sulit dan bisa memicu diare pada anak,” jelas Dayu. Ia menekankan pentingnya intervensi cepat untuk menjaga status gizi anak selama masa bencana.
Baca Juga:
BMKG: Suhu Global 2024 Tembus Batas Krisis, Sinyal Nyata Darurat Iklim
Perubahan iklim juga berdampak pada ketahanan pangan nasional. Musim yang tidak menentu dapat mengakibatkan gagal panen, sehingga menurunkan ketersediaan bahan pangan bergizi bagi masyarakat, termasuk anak-anak.
“Musim yang tidak menentu yang mengakibatkan gagal panen bisa pengaruh pada produksi pangan,” katanya. Dampaknya bisa mengurangi akses masyarakat terhadap makanan sehat dan bergizi.
Dalam kondisi darurat seperti di pengungsian, dr. Dayu menekankan pentingnya memastikan ketersediaan makanan tinggi protein untuk anak-anak.