Winter mengatakan, penelitian yang timnya lakukan
dilatarbelakangi oleh tren yang mengkhawatirkan dari kemunculan gerakan
anti-vaksin yang dapat berakibat buruk bagi kesehatan global. Gerakan
anti-vaksin ini, yang muncul berkat teori konspirasi dan hoaks, bahkan telah
muncul sebelum pandemi corona merebak.
Oleh karena itu, para peneliti hendak mencari tahu cara
supaya orang yang anti-vaksin dapat percaya pada vaksin.
Baca Juga:
Dinas Kesehatan Yogyakarta Targetkan 30.702 Anak Terima Imunisasi Polio pada PIN 2024
Para peneliti bertanya-tanya apakah orang anti-vaksin kebal
dari norma sosial di sekitarnya yang percaya vaksin hingga kukuh tak mau
divaksin? Atau, justru orang anti-vaksin bisa luluh dan mau divaksin jika norma
di sekitarnya percaya vaksin?
Untuk menjawab pertanyaan itu, para peneliti mengumpulkan
1.280 relawan. Setiap relawan ditanya tentang sikap mereka terhadap 5 vaksin
yang berbeda, yang terdiri dari vaksin untuk bepergian ke luar negeri, vaksin
hepatitis B untuk anak, vaksin influenza musiman, vaksin untuk melindungi dari
virus ensefalitis tick-borne (TBEV), dan vaksin Covid-19.
Untuk setiap vaksin, responden harus melaporkan seberapa
niat mereka mau vaksinasi dan juga menunjukkan sejauh mana mereka percaya orang
yang mereka cintai juga mendukung vaksin, (misalnya, "Orang yang saya sayangi
mungkin berpikir saya harus divaksinasi [nama penyakit]."). Para peserta pun
harus menjawab seberapa percaya mereka tentang konspirasi.
Baca Juga:
Pemkab Batang, Massifkan Pencegahan Kasus Flu Singapura (HFMD)
Hasil dari analisis jawaban para peserta menunjukkan, bahwa
orang yang tak percaya konspirasi lebih bersedia untuk divaksinasi. Di sisi
lain, relawan yang percaya konspirasi ternyata juga mau divaksin jika
orang-orang di sekitarnya percaya pada vaksin.
"Manusia adalah makhluk sosial, sangat dipengaruhi oleh
persepsi mereka tentang kepercayaan dan sikap orang lain yang dekat seperti
teman dan keluarga, tulis para peneliti. Persepsi ini sering disebut sebagai
"norma subjektif."
Oleh karena itu, para peneliti menganjurkan agar orang
terdekat dan keluarga dari penganut anti-vaksin untuk mengungkap dukungan
mereka pada vaksinasi. Tindakan ini dapat membuat penganut konspirasi
anti-vaksin mau divaksin, dan lebih berguna ketimbang kita capek-capek berdebat
bahwa teori konspirasi yang dia percaya adalah salah.